“Masa kecil saya sangat kurang. Saya enam bersaudara dan bapak saya hanya seorang buruh tani. Saya termotivasi untuk hidup mandiri, sekolah mandiri, sehingga membuat saya memiliki prinsip untuk keluar dari rumah saat dewasa,” kata Pak Roso dilansir dari kanal YouTube Perpalz.
Dia harus menjalani kehidupan dari bawah karena sulitnya mencari pekerjaan di kota dengan ijazah yang pas-pasan, hingga akhirnya menjadi kondektur bus.
“Dari kondektur pelan-pelan, dengan bekerja keras dan doa dari keluarga akhirnya saya menjadi agen bus Timbul Jaya. Saat itu, saya nyari penumpang sendiri, jadi calo sendiri, apa-apa sendiri,” ujarnya.
Namun, selama 11 tahun mengabdi di Timbul Jaya sebagai agen, Pak Roso mendapatkan banyak pelajaran. Bahkan, saat itu istrinya juga membantu menjalankan agen bus, sehingga keduanya memiliki pengalaman di dunia transportasi.
“Apa yang saya dapatkan istri saya juga dapatkan, karena saat itu kami mengelola sampai 36 bus Timbul Jaya. Pada saat itu, segala sesuatunya saya yang menentukan, hampir 90 persen apa-apa saya,” kata Pak Roso.
Pada 1983, Pak Roso melihat peluang karena PO Timbul Jaya hanya mengantar penumpang sampai Solo. Padahal, saat itu banyak penumpang dari Jawa Timur, tepatnya ke Blitar.
Editor : Trisna Eka Adhitya