Persoalan makin bertambah dan membuat seluruh crew film mengalami kesedihan mendalam, ketika sang penggagas film, Hari Nugroho, meninggal dunia pada tahun 2020.
Di tengah berbagai kesulitan dan kebuntuan yang dihadapi, pada tahun 2022, Dandik bertemu dengan Muni Moon dan Anton Subandrio yang berprofesi sebagai videomaker. Dari pertemuan itulah, produksi film tersebut mulai dijalankan lagi.
"Dalam hal pembiayaan, sejak awal, kami mengupayakan kemandirian. Kami patungan, memproduksi kaos #KawanHermanBimo sebagai fundraising dan menerima sumbangan dari berbagai pihak yang peduli pada advokasi kasus penghilangan paksa aktivis pro-demokrasi 1998," sambung Dandik.
Film Yang (Tak Pernah) Hilang tidak hanya berkisah tentang kasus penculikan Herman dan Bima, namun juga merekonstruksi kisah hidup mereka sejak kecil di mata keluarga, orang tua, kerabat, kawan sekolah, masa kuliah, kawan sesama aktivis, dosen, hingga aktivis partai politik.
Anton Subandrio mengungkapkan, secara keseluruhan, ada 35 narasumber yang diwawancarai. Itu sebagai upaya untuk mendapatkan informasi selengkap mungkin agar film ini bisa memotret biografi Herman dan Bima, sejak masa anak-anak, remaja sampai dewasa.
"Kami mau bercerita bagaimana karakter mereka terbentuk hingga mempunyai gagasan yang begitu kuat, teguh keyakinannya dan berjuang sampai menjadi martir demokrasi." ujarnya.
Dia Puspitasari, dosen Ilmu Komunikasi Universitas Tujuh Belas Agustus 1945, menyatakan, hilangnya Herman dan Bima adalah sebuah tragedi kemanusiaan. “Film Yang (Tak Pernah) Hilang ini adalah referensi penting. Film ini harus dilihat dalam konteks bagaimana seharusnya peradaban dibangun dengan sebuah tanggung jawab, kejujuran dan keterbukaan. Anak-anak generasi milenial dan generasi z bisa belajar tentang sejarah kemanusiaan dengan menonton film ini. Supaya mereka bisa menjadi bagian dari gerakan melawan impunitas dan mencegah terulangnya kejahatan terhadap kemanusiaan terjadi di negeri ini." paparnya.
Editor : Arif Ardliyanto