SURABAYA, iNewsMojokerto.id - Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya membantu para petani pembudidaya jamur tiram agar dapat naik kelas. Hal itu diwujudkan dengan cara memberikan pendampingan untuk mengolah hingga memasarkan hasil panen mereka agar memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi.
Kegiatan pengabdian kepada masyarakat (PKM) program kemitraan masyarakat dari Direktorat Riset, Teknologi dan Pengabdian kepada Masyarakat (DRTPM) Kemendikbudristekdikti ini diinisiasi oleh empat orang dosen Untag Surabaya dengan diketuai oleh Tries Ellia Sandari. Selain itu juga terdapat anggota yakni; Ida Ayu Nuh Kartini, Pramita Studiviany Soemadijo dan Rini Rahayu Sihmawati.
Melalui program bertema Implementasi Inovasi Budidaya Jamur dalam Upaya Pengelolaan Produk Olahan Jamur di Lembah Tjeruk Desa Sajen, Kecamatan Pacet, Kabupaten Mojokerto ini para dosen Untag ingin agar para petani tidak lagi hanya menjual jamur dalam kondisi mentah.
"Itu kan harganya murah bisa Rp.7.500 sampai paling banter Rp.15.000, tapi kalau dijual dengan cara diproses seperti jamur krispi, kaldu jamur kan harganya tinggi," jelas Tries Ellia Sandari saat dihubungi, Sabtu (14/9/2024).
Tries mengungkapkan, bahwa jamur memiliki potensi yang besar sebagai makanan yang memiliki nilai gizi tidak kalah dari daging dan sejenisnya. Ditambah lagi dengan harga yang relatif lebih murah, rasa jamur yang sudah diolah sangat nikmat dan baik dinikmati oleh seluruh kalangan khususnya anak-anak dan balita.
Ditambah lagi, budaya kuliner di dunia saat ini telah lama memanfaatkan jamur sebagai bahan makanan utama. Hal ini pun menjadi tantangan agar para pembudidaya sehingga nantinya mampu merubah budaya pemenuhan kebutuhan protein dari hewani ke nabati.
"Di Korea jika dilihat dari budaya maka jamur dianggap sebagai sumber protein nabati yang baik dan sering digunakan dalam masakan vegetarian atau vegan. Untuk China jika dilihat dari nilai budayanya maka Jamur dianggap sebagai simbol kesehatan dan umur panjang," ungkapnya.
Editor : Trisna Eka Adhitya