MOJOKERTO, iNewsMojokerto.id - Sosok Minak Jinggo dan perannya bagi Majapahit masih menjadi hal yang sangat menarik untuk dibahas. Sejumlah kalangan percaya bahwa tokoh ini nyata, sementara sebagian percaya bahwa sosok Minak Jinggo hanyalah fiktif belaka.
Hubungan antara Minak Jinggo, Damarwulan, dan Majapahit, menjadi simpang siur sebab catatan mengenai dua tokoh ini muncul di kala rentan. Yaitu pada masa Mataram mengalami konflik dengan Blambangan pada sekitar abad 18.
Sosok Minak Jinggo paling panjang diurai dalam Serat Damarwulan. Dalam sebuah penelitian yang dikerjakan Hervina Nurullita dan Yuli Kartika Efendi dalam buku "Minak Jinggo Antara Stigma dan Konstruksi Identitas", diuraikan bagaimana sosok Minak Jinggo hingga kini lekat dengan stigma negatif.
Menurut penelitian Hervina dan Yuli, nama Minak Jinggo berkait dengan asal-usul kesenian Damarwulan. Juga bagaimana akhirnya kisah tersebut sampai ke Banyuwangi dengan nama kesenian Janger.
Mengutip uraian Hervina dan Yuli, naskah Damarwulan yang tertua menurut J.L.A. Brandes adalah naskah yang disalin oleh Roorda van Eysinga dalam ”Handboek voor Landen Volkenkunde” dengan angka tahun 1748 masehi sebagai tahun penyalinan. Tahun tersebut merupakan masa pemerintahan Pakubuwana II (1725-1749).
Pada periode selanjutnya naskah-naskah yang memuat cerita Damarwulan ditulis ulang dan diperbanyak. Paling banyak naskah Damarwulan ditulis ulang pada sekitar tahun 1800-an.
Hervina dan yuli juga mengungkapkan bahwa tidak diketahui secara pasti latar belakang penciptaan naskah Damarwulan pada masa Pakubuwana II. Sumber yang ditemukan hanya menyebut bahwa Pakubuwana II merupakan satu dari dua Raja Surakarta yang dianggap sebagai pujangga besar.
Cerita tentang Damarwulan lambat laun menjadi populer dan tersebar. Cerita ini sampai ke Banyuwangi dibawa oleh Bupati Banyuwangi yang bernama Arya Sugand, anak dari Mangkunegara IV.
Bab tentang kemenangan Damarwulan dalam melawan pemberontak Minak Jinggo di Blambangan sangat digandrungi. Dari sanalah nama Minak Jinggo muncul sebagai raja kerajaan Blambangan yang sakti mandraguna.
Suatu hari Minak Jinggo berhasil mengalahkan seorang pemberontak Majapahit yang disebut Macuwet atau Kebo Marcuet. Perihal siapa Macuwet ini, sumber yang ada juga simpang siur. Bahkan ada yang menyebut Macuet adalah ayah Minak Jinggo sendiri.
Persinggungan Minak Jinggo dengan pemberontak Majapahit ini diyakini terjadi pada masa transisi kekuasaan dari Prabu Wirakramawardhana kepada Rani Suhita, putrinya. Kala itu Majapahit mengalami perang saudara antara Prabu Wirakramawardhana dengan Bhre Wirabhumi.
Sementara itu, kemunculan sosok Kebo Marcuet ini mengandung kerancuan waktu. Sebab nama Kebo Marcuet adalah Pangeran Danuningrat, Raja Blambangan ke-17, tahun 1736-1763. Tentu rentang waktu antara Pangeran Danuningrat dengan Rani Suhita sangatlah jauh.
Pasca penaklukan Macuet, Minakjinggo menang tetapi menyisakan wajah yang rusak, tangan cekot dan kaki pincang. Ia disebut menagih janji untuk menikah dengan Rani Suhita.
Saat itulah nama Damarwulan muncul mengalahkan Minak Jinggo. Tokoh yang awalnya muncul untuk melumpuhkan pemberontak Majapahit ini berakhir musuh.
Menurut analisis Hervina dan Yuli, bukti-bukti yang ada tidak kuat untuk menyatakan bahwa Minak Jinggo adalah tokoh nyata. Keberadaannya yang fiktif inilah yang membuat sosok Minak Jinggo menjadi dinamis.
Ada kalanya ia dipercaya sebagai pahlawan. Ada kalanya ia dianggap musuh.
"Walaupun telah dijelaskan bahwa Minakjinggo adalah tokoh fiktif yang tidak bisa dikaitkan dengan peristiwa sejarah tertentu, masih banyak masyarakat yang meyakini bahwa tokoh Minakjinggo benar-benar ada," tulis Hervina dan Yuli dalam bukunya.
Editor : Trisna Eka Adhitya