MOJOKERTO, iNews.id - Berbicara tentang kelas masyarakat di zaman Majapahit, secara umum terbagi dengan golongan bangsawan dan rakyat biasa. Rakyat biasa inilah yang disebut golongan masyarakat kelas bawah.
Ternyata masyarakat kelas bawah pun terdiri atas beberapa lapisan. Di zaman Majapahit, dikenal pula kelas masyarakat yang paling rendah di antara lainnya.
Dikutip dari "Bangsawan Jawa dalam Struktur Birokrasi di Majapahit" karya A. A. Darban, kelas masyarakat terendah di zaman Majapahit disebut kerap alami diskriminasi sosial. Mereka biasa terkucil di antara sesama rakyat.
Simak uraian 5 kelompok masyarakat kelas bawah di zaman Majapahit berikut ini.
1. Kaum putih atau apinghay
Pembagian kelas di zaman kerajaan, seperti halnya Majapahit, sebenarnya adalah hal yang umum terjadi. Kelompok masyarakat kelas bawah biasanya hidup tanpa hak-hak istimewa, berbeda dengan para bangsawan ataupun pejabat kerajaan.
Namun, di antara masyarakat kelas bawah ada yang disebut dengan 'kaum putih' atau apinghay. Mereka ini adalah para agamawan di pedesaan.
Para kaum putih ini biasanya mendapat tempat khusus di antara kaum kelas bawah. Mereka ini adalah para pendeta yang biasa memimpin upacara-upacara rakyat skala desa.
Ada pula yang hidup sebagai pertapa atau cendekiawan di desa.
2. Anak thani
Kelompok masyarakat kelas bawah berikutnya adalah anak thani atau kaum petani. Mereka yang tergolong kelompok ini biasanya memiliki sejumlah bidang sawah terbatas di desa.
Para buruh tani yang bekerja menggarap sawah orang lain juga dimasukkan ke dalam golongan ini. Mereka adalah rakyat biasa yang umumnya bekerja di lahan milik kerajaan atau para bangsawan.
Namun, ada pula sedikit golongan petani bebas yang tidak bekerja di bawah bangsawan. Mereka ini disebut 'rama'.
3. Bertya
Mereka yang disebut kaum bertya adalah para budak atau pekerja kasar. Di zaman Majapahit kaum budak dan para pekerja kasar adalah bawahan para bangsawan.
Biasanya sejumlah anak thani dan bertya bekerja di bawah bangsawan yang berkuasa atas sebagian tanah tertentu. Bangsawan pemilik tanah ini biasa disebut 'anden'.
Oleh karena itu, para bertya dan anak thani biasanya tinggal tidak jauh dari rumah si anden. Mereka menempati wilayah bagian kerajaan di desa tertentu.
4. Para Empu, pedagang, dan kelompok sekelas lainnya
Mereka yang disebut Empu adalah para pekerja yang bertugas membuat berbagai peralatan atau perkakas perang. Para Empu adalah kaum terampil tetapi mereka tetap tergolong masyarakat kelas bawah.
Berbagai peralatan yang dibuat oleh para empu adalah keris, tombak, dan sebagainya. Para empu biasanya membuat peralatan untuk kerajaan dan para bangsawan.
Empu dan tukang hidup cukup tersendiri dari wilayah desa. Mereka tinggal di bagian desa yang disebut kalagyan atau kebanyagan.
Para pedagang, termasuk golongan masyarakat kelas bawah yang jumlahnya tidak terlalu banyak. Mereka ini dimasukkan ke dalam kelompok sekelas empu dan tukang.
5. Candala atau tutca
Inilah golongan masyarakat kelas paling rendah di zaman Majapahit. Golongan ini adalah kelompok masyarakat miskin yang kerap didiskriminasi secara sosial.
Dalam strata agama Hindhu kelompok ini disebut kaum Paria. Penyebutan lainnya adalah 'wong lembah'.
Mereka ini biasanya adalah golongan keturunan suku asli di wilayah tertentu yang tinggal jauh dari desa. Golongan ini tidak memiliki pekerjaan tertentu. Oleh karena itu, kelompok masyarakat kelas bawah di zaman Majapahit ini menjadi terkucil secara sosial.
Editor : Trisna Eka Adhitya