Pada umumnya kepailitan berkaitan dengan utang debitor atau piutang kreditor. Seseorang kreditor mungkin saja memiliki lebih dari satu piutang atau tagihan dan piutang atau tagihan yang berbeda-beda itu diperlukan pula secara berbeda-beda di dalam proses kepailitan.
Implementasi Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU 37/2004) malah tak semudah yang dibayangkan. “Justru lebih berat dai UU Kepailitan Tahun 1998. Padahal krisis moneter sudah lewat”.
Substansi UU Kepailitan dan PKPU bertentangan dengan hakekat dari hukum kepailitan. UU Kepailitan seolah menjadi mesin pembunuh bagi kelanjutan usaha debitor. Beberapa permasalahan terjadi, antara lain syarat minimum kreditor sebagai pemohon pailit yang terdapat pada Pasal 2 ayat (1) dan jangka waktu PKPU yang sangat singkat yang diajukan oleh kreditor sebagai pemohon PKPU.
Debitor dipaksa untuk mengajukan proposal perdamaian untuk seluruh kreditor. Idealnya kreditor juga mengajukan proposal perdamaian, kreditor separatis berhak mempailitkan dan ikut dalam voting tanpa kehilangan hak atas agunannya.
Dalam hal ini ada ketidakadilan, tingginya syarat perhitungan suara dan harus dipenuhi syarat komulatif voting kreditor konkuren dan kreditor separatis yang diatur dalam Pasal 281 UU 37/2004. Dalam praktek sering terjadi hanya kurang lebih satu tahun sesudah homologasi atas composition plan ternyata debitor gagal bayar karena memang sejak awal telah dipaksa, honorarium atau fee pengurus sangat tinggi.
Editor : Trisna Eka Adhitya
Artikel Terkait