Hendratan menjelaskan, berdasarkan data dirinya, sebelum lebaran IdulFitri sempat membeli gabah petani di harga Rp5.900. Namun kondisi itu tidak berlangsung lama, hanya sekitar 2 hari. Setelah itu pemerintah melalui Bulog di sini mengumumkan adanya fleksibilitas yaitu harga gabah di petani Rp6.000 dari yang sebelumnya Rp5.000.
"Sejak itu anggota Perpadi langsung menaikkan harga di atasnya. Sebelum itu harganya juga sempat tinggi, bahkan saya tertinggi itu belinya Rp8.750.000 per kilogram, itu sebelum puasa akhir Februari lalu. Kemudian awal puasa sekitar Rp7 ribuan," kata pria yang perusahaanya memiliki binaan sekitar seribu hektar lebih di Kabupaten Jombang ini.
Di katakan Hendratan, secara umum gabah di Jombang sangat baik kualitasnya. Meski ada padi roboh tidak memengaruhi harga gabah asalkan petani langsung sigap menyelamatkan padi itu dengan mengikat ataupun cara lainnya yang tidak memperburuk tanaman padinya.
"Kalau padinya dibiarkan roboh hingga terendam air dan lain sebagainya, tidak ada upaya penyelamatan maka akan rusak. Tapi selama ini teman-teman petani ini selalu sigap melakukan penyelamatan sehingga tidak memengaruhi harga di penggilingan maupun di Bulog," tandasnya.
Di sisa 50 persen masa panen padi di Jombang saat ini, Hendratan berharap batasan angka Rp6.000 di tingkatan petani sebagaimana kebijakan pemerintah itu harus tetap dijaga. Karena kalau sampai harga di bawah Rp6000 itu pasti akan mengurangi minat petani untuk kembali menanam padi.
"Dengan petani yang minatnya kurang untuk menanam padi, maka itu juga akan menjadi masalah bagi penggilingan padi, pemerintah maupun seluruh masyarakat Indonesia. Jadi kita harus sama-sama menjaga harga tersebut, minimal Rp6.000 begitupun di atasnya kita juga siap, itu untuk meningkatkan minat petani menanam padi sebagai kebutuhan pokok kita," katanya.
Editor : Arif Ardliyanto