get app
inews
Aa Text
Read Next : Masa Kampanye Akbar, Wapres Minta Kontestan Patuhi Pakta Integritas

Perlu Tahu, Ini Problematika Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang di Indonesia

Selasa, 18 Juli 2023 | 17:07 WIB
header img
Oktavianto Prasongko, SH, M.Kn

Upaya untuk mengatasi permasalahan yang ada adalah dengan cara melakukan revisi terhadap Pasal 2 ayat (1) UU 37/2004. Seharusnya PKPU diajukan oleh debitor dan seharusnya hukum kepailitan dan PKPU memberikan waktu cukup bagi perusahaan. Hukum kepailitan dan PKPU mestinya tidak hanya memperhatikan kepentingan stakeholder yang dalam kaitan ini yang terpenting adalah pekerja.

Perlu dikaji dan dilihat secara detail apakah pailit menimbulkan dampak luas bagi konsumen atau menyebabkan terjadinya dislokasi ekonomi yang buruk. Hukum kepailitan dan PKPU di Indonesia harus memperhatikan Kesehatan keuangan dari debitor. Prosedur permintaan dan penetapan sita jaminan harus lebih ditegaskan pengaturannya.

Bahwa lahirnya UU 37/2004 ini merupakan “ketundukan” Indonesia kepada International Monetary Fund (IMF) saat mengalami krisis. Para kreditur khususnya asing mempunyai banyak tagihan dan uangnya belum bisa kembali. Pada waktu itu dibahas bahwa seharusnya yang boleh mengajukan permohonan pailit dan PKPU itu adalah debitor karena mereka yang mengetahui keadaan usahanya atau kesanggupan membayar utang dan sebagainya.

Karena situasi politik pada waktu itu, para pihak asing itu memberikan kesempatan pada UU itu siapa yang boleh mengajukan pailit adalah juga termasuk kreditor. Setelah UU tersebut disahkan, pihak yang berwenang mengajukan permohonan kepailitan dan PKPU tersebut, saat ini menjadi instrumen untuk menagih utang meskipun harus dipahami bahwa perlu juga diberikan perlindungan bagi kreditor.

Setelah ada UU Kepailitan dan PKPU, paradigma itu runtuh karena ketentuannya kalau ada 2 utang jatuh tempo yang bisa ditagih tetapi tidak dibayar, maka perusahaan yang ditagih itu cukup memenuhi syarat untuk dinyatakan pailit. Seharusnya ada ambang batas (threshold) jumlah utang dengan aset yang dimiliki suatu perusahaan atau seseorang untuk dapat dinyatakan pailit, bukan hanya dibuktikan dengan 2 utang yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih tetapi tidak dibayar.

Penulis :  Oktavianto Prasongko, SH, M.Kn
Kantor Hukum Oktavianto & Associates 
Jalan Patua Nomor 21-C, Kota Surabaya
Kontak telpon/ WhatsApp :  0877-2217-7999

Editor : Trisna Eka Adhitya

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut