MOJOKERTO, iNews.id - Surya Majapahit adalah lambang berbentuk bintang atau matahari yang memiliki delapan arah semburat sinar. Lambang ini telah cukup lama diyakini sebagai simbol Kerajaan Majapahit.
Surya Majapahit memiliki bagian tengah lingkaran yang menampilkan pahatan dewa Hindu. Oleh karena itu, banyak yang menganggap lambang Kerajaan Majapahit bersifat kosmogoni, berkaitan dengan pemahaman kosmologi.
Berbagai perkembangan kajian sejarah di masa yang lebih baru menunjukkan adanya interpretasi lain terhadap Surya Majapahit. Lambang yang banyak ditemukan direruntuhan peninggalan Majapahit ini disinyalir adalah lambang keagamaan, bukan lambang kerajaan.
Dilansir dari video unggahan kanal YouTube ARKEOVLOG yang diasuh salah seorang Arkeolog Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Timur, Wicaksono Dwi Nugroho, Kamis (4/8/2022) hal tersebut diungkap. Pemerhati sejarah Majapahit banyak pula yang membenarkan analisis Wicaksono melalui kolom komentar.
Ide simpulan bahwa Surya Majapahit adalah lambang kerajaan berasal dari popularitas lambang ini di banyak lokasi peninggalan Majapahit. Lambang ini setidaknya bisa didapati di tengah langit-langit Garbhagriha (ruangan tersuci) beberapa candi seperti Candi Bangkal, Sawentar, dan Candi Jawi.
Namun, bila ditelusuri, candi-candi tersebut ada pula yang sebenarnya berasal dari masa Singhasari. Artinya, lambang Surya Majapahit sudah ada sebelum Majapahit berdiri.
Delapan arah sinar sebenarnya adalah simbol dari dewa-dewa dalam ajaran agama Hindhu. Dengan tambahan titik tengah sebagai pusatnya. Lambang ini pun sebenarnya bernama Dewata Nawa Sanga.
Nawadewata (Sembilan Dewa) atau Dewata Nawa Sangha adalah ajaran agama yang menunjukkan sembilan penguasa penjuru mata angin. Hingga kini ajaran tersebut masih bisa ditelusuri dalam konsep agama Hindu Dharma di Bali.
Sembilan penguasa tersebut terdiri atas Dewa Siwa yang dikelilingi oleh delapan aspeknya. Delapan aspek tersebut digambarkan dijaga oleh dewa dengan pasangan dewa pendamping.
Urutannya adalah sebegai berikut:
Tengah: Siwa
Timur: Iswara, dewa pendampingnya Indra
Barat: Mahadewa, dewa pendampingnya Baruna
Utara: Wishnu, dewa pendampingnya Kuwera
Selatan: Brahma, dewa pendampingnya Yama
Timur laut: Sambhu, dewa pendampingnya Isana
Barat laut: Sangkara, dewa pendampingnya Bayu
Tenggara: Mahesora, dewa pendampingnya Agni
Barat daya: Rudra, dewa pendampingnya Nrtti
Tiap arah mata angin dan para dewa penjaga, sebenarnya menyimbolkan ajaran keagamaan tertentu dalam konsep Hindhu. Oleh karena itu, interpretasi sejarah terkini terhadap lambang Surya Majapahit menyimpulkan bahwa lambang ini bukanlah lambang kerajaan Majapahit melainkan lambang keagamaan.
Lambang Surya Majapahit tidak hanya memiliki satu macam bentuk saja. Perwujudan detailnya berbeda-beda dari reruntuhan bangunan yang berasal dari zaman Majapahit dan masa raja yang berkuasa.
Misalnya yang ditemukan di Candi Penataran, dewa-dewanya diatur dalam bentuk mandala. Sementara pada banyak nisan di situs Trowulan, bentuknya adalah mataari sudut delapan.
Meski demikian, tidak dipungkiri jika lambang Surya Majapahit selalu hadir mengiringi kejayaan Majapahit sebagai sebuah negara. Dari berbagai versi lambang, sejak masa awal Prabu Wijaya hingga era Suhita, ciri yang tidak berubah dari lambang ini adalah sinar matahari dengan garis tegas yang khas.
Meski jumlah surainya mengalami modifikasi, hal ini menunjukkan makna pentingnya simbol matahari bagi kerajaan Majapahit. Selain itu, keberadaan lambang Surya Majapahit yang selalu mengiringi tiap penguasa menunjukkan erat kaitan ajaran keagamaan dalam praktik bernegara.
Editor : Trisna Eka Adhitya