Cerita Pengamanan Humanis Saat Kericuhan Pecah di Gedung Negara Grahadi
Setelah dialog singkat itu, ia bersama Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa dan Kapolda Jatim bergerak menuju Polrestabes untuk melobi pembebasan mahasiswa. Tetapi, saat rombongan meninggalkan lokasi, suasana kembali memanas. Lemparan batu dan molotov membuat api membesar dan merambat ke sisi barat Grahadi.
Di tengah situasi itu, Rudy kembali menunjukkan instingnya. Ia tak hanya menginstruksikan pasukan untuk siaga, tetapi juga meminta koordinator mahasiswa ikut membantu. “Saya bilang, Grahadi ini aset dan cagar budaya. Mari kita jaga bersama,” ungkapnya.
Permintaan itu dijawab dengan aksi nyata. Mahasiswa ikut membuka jalan bagi mobil pemadam kebakaran yang sempat tertahan, tentunya dengan penjagaan dari TNI.
Langkah humanis tersebut terbukti efektif. Api akhirnya bisa dijinakkan, dan kerusuhan tidak melebar. Rudy menegaskan, pendekatan empati justru bisa mengubah situasi yang semula genting. “Kalau ada niatan baik, dengan cara mendekatkan diri yang tepat, ternyata kita bisa dapat dukungan. Kondisi bisa tetap kondusif,” katanya.

Bagi Rudy, menjaga stabilitas bukan tugas TNI semata. Ia menekankan pentingnya sinergi pentahelix—pemerintah, akademisi, masyarakat, media, dan dunia usaha. “Kita hidup di era post-truth. Kalau lima unsur ini tidak saling percaya, yang hancur pertama kali adalah ekonomi. Dunia usaha harus yakin pemerintah mampu menjaga keamanan,” tegasnya.
Empat hal, menurut Rudy, menjadi kunci malam itu. Berpikir cepat, mengandalkan intuisi, berani mengambil risiko, dan berempati.
Editor : Trisna Eka Adhitya