Cerita Pengamanan Humanis Saat Kericuhan Pecah di Gedung Negara Grahadi
SURABAYA,iNewsMojokerto.id – Malam itu, akhir Agustus lalu, Surabaya hampir terbakar amarah. Kericuhan pecah di depan Gedung Negara Grahadi. Batu, molotov, dan petasan dilemparkan ke arah gedung. Api menyala dari sisi barat, massa makin anarkis.
Suasana yang awalnya terkendali mendadak berubah tegang. Kepala Staf Korem 084/Bhaskara Jaya Kolonel Inf Nico Reza H. Dipura ingat betul detik-detik genting tersebut.
Ia mendapat perintah langsung dari Pangdam V/Brawijaya Mayjend TNI Rudy Saladin lewat sambungan telepon. “Segera padamkan,” tegas Pangdam V/Brawijaya Mayjend TNI Rudy Saladin kala mendengar laporan bahwa Grahadi terbakar.
Nico pun bergerak cepat. Ia mengerahkan pasukan TNI yang ada di lapangan, sekaligus membuka akses bagi Dinas Pemadam Kebakaran (Damkar) Surabaya untuk masuk. Namun tantangan tak mudah, massa yang semakin anarkis berusaha menghalangi petugas damkar.
Bahkan ada beberapa orang massa tidur telentang di aspal guna menghadang mobil pemadam kebakaran mendekat ke Grahadi.
Kolonel Nico sendiri menegaskan, Pangdam terus mengingatkan agar anggota tidak menggunakan kekerasan saat berhadapan dengan massa. “Situasi makin kacau. Tapi Pangdam memerintahkan kami menghalau massa dengan cara humanis, tanpa kekerasan. Hanya ajakan lisan. Kami minta ke massa, ayo mundur, mundur,” ujar Kolonel Nico.
Wakil Kepala Dinas Damkar Surabaya Bambang Vistadi, menceritakan bagaimana empat unit truk pemadam akhirnya berhasil masuk lewat sisi belakang Grahadi. “Kami sempat kesulitan. Kalau telat lima menit saja, habis sudah Grahadi. Untung TNI dan mahasiswa membantu,” kata Bambang.
Editor : Trisna Eka Adhitya