Lahan di Trawas Tiba-tiba Keluar Sertifikat, Lurah Duyung : Desa Tak Pernah Dilibatkan

MOJOKERTO, iNewsMojokerto.id - Lahan seluas 7.330 meter persegi milik Niah Cs di Dusun Bantal, Desa Duyung, Kecamatan Trawas, Mojokerto disoalkan. Usai BPN mengeluarkan sertifikat atas nama yang berbeda.
Yakni, atas nama Jonko Pranoto dengan sertifikat hak milik (SHM) nomor 125 di tahun 2023. Diduga kuat adanya oknum BPN yang bermain dalam pembuatan SHM tersebut.
Sementara pihak desa, mengetahui jika tanah tersebut merupakan Petok D milik Niah Cs dengan berita acara eksekusi nomor : 07/Eks.G/2004/PN.Mkt yang dikeluarkan Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto.
Dan dikuasakan ke ahli waris Tutik Munawaroh dan Anifah selaku anak kandung Niah sejak 2003 lalu. Dengan batas lahan sisi utara tanah milik Saman, utara tanah Kasdi, selatan tanah Musto, dan sisi barat tanah milik Agus/Kasmu.
"Itu tanah milik Tutik, Tutik ini anak dari Niah (almarhum). Hasil putusan persidangan dan hasil ekskusi berita acara (2004)," ujar Julianto Kades Duyung, Kecamatan Trawas, Mojokerto, Jumat (7/2/2025).
Ia mengaku, desa tak pernah diajak untuk melakukan pengukuran oleh pihak BPN Mojokerto maupun Jonko Pranoto yang mengklaim tanah milik Tutik tersebut. Namun, SHM tiba-tiba sudah keluar sebelum dilakukannya pengukuran.
"Desa juga tidak tahu pengukuran, tidak pernah didatangi BPN, maupun saksi terkait berita acara pengukuran (SHM atas nama Jonko Pranoto). Desa tidak dilibatkan dan tidak ada pengukuran," tegas lurah Duyung sejak tahun 2007 ini.
Tepisah, Eman Lukman Kuasa Hukum penggugat Tutik menjelaskan, tanah yang dimiliki kliennya ini sudah diputuskan dan dimenangkan baik di Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto, Pengadilan Tinggi Jatim, hingga pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Surabaya.
Ia mengaku, penerbitan SHM atas nama Jonko Pranoto tahun 2024 ini dirasa tidak wajar karena tak sesuai dengan konteks penerbitan. Pasalnya, pihak desa tidak dilibatkan oleh BPN Mojokerto dalam pengukuran lokasi sengketa.
"Jadi penerbitan sertifikat itu saya kira tak sesuai konteks penerbitan, karena desa tidak pernah dilibatkan dalam pengukuran. Dan menggugat BPN Mojokerto," ujarnya.
Sementara, Jonko Pranoto yang didampingi kuasa hukum Sunarno Edy Wibowo saat pelaksanaan pemeriksaan setempat oleh PTUN Surabaya yang dihadiri PN, kuasa hukum penggugat, kepala desa, maupun BPN Mojokerto sebagai tergugat tetap bersikukuh jika lahan tersebut milik ayahnya Halim Sumanto yang sudah dipindahnamakan atas nama dirinya.
Dan mengklaim telah melakukan pengukuran bersama juru ukur BPN Mojokerto pada Januari 2024 lalu di objek lahan yang disengketakan seluas 9.460 meter persegi. Sementara, luas lahan yang dimiliki penggugat Tutik hanya 7.330 meter persegi.
"Ini lahan sebelumnya milik ayah saya Halim, lalu diatasnamakan diri saya (Jonko Pranoto) sebagai ahli waris," akunya.
Editor : Trisna Eka Adhitya