MOJOKERTO, iNewsMojokerto.id- Wilayah Majapahit yang berpusat di Trowulan diyakini merupakan wilayah rawan banjir di masa lalu. Hal itu dikuatkan oleh arsitektur beberapa temuan situs di sana.
Relasi Kerajaan Majapahit dan banjir menarik perhatian sejumlah peneliti sejak lama. Salah satunya adalah Sani Safitri.
Dalam sebuah artikel yang ia tulis tahun 2015, "Telaah Geomorfologi Kerajaan Majapahit", Sani mengungkap sejumlah temuan terkait bencana alam di wilayah pusat Majapahit, Trowulan. Temuan-temuan merupakan perpaduan dari berbagai disiplin ilmu pengetahuan.
Para ahli umumnya tidak berdebat mengenai lokasi pusat pemerintahan Majapahit di Trowulan. Meski demikian, sedikitnya bukti peninggalan kerajaan ini masih menimbulkan pertanyaan-pertanyaan.
Apa yang mungkin membuat Kerajaan yang besar itu lenyap tak berbekas? Sebab hari ini belum ada temuan yang menunjukkan lokasi pasti istana utama Majapahit.
Dari pertanyaan itu para peneliti terpikir mengenai sebab-sebab yang mungkin. Salah satunya adalah bencana alam.
"Kerajaan Majapahit adalah kerajaan Hindu-Buddha terakhir yang menguasai Nusantara dan dianggap sebagai salah satu dari negara terbesar dalam sejarah Indonesia. Kekuasaannya terbentang di Jawa, Sumatra, Semenanjung Malaya, Kalimantan hingga Indonesia timur, meskipun wilayah kekuasaannya masih diperdebatkan," tulis Sani dikutip Tim iNews Rabu (12/10/2022).
Berdasarkan temuan-temuan benda arkeologi yang ada di area Trowulan, penelitian geologis dilakukan pada tahun 1980.
Penelitian ini dikerjakan oleh Institut Teknologi Bandung (ITB). Hasilnya adalah sebuah teori yang menguraikan bahwa kehancuran Majapahit disebabkan oleh ledakan gunung api yang disertai banjir besar.
Sani juga mencatatkan bahwa para ahli menyebut kemungkinan besar bencana yang terjadi adalah ledakan gunung Welirang atau Anjasmoro. Dari ledakan itu, kemungkinan kedua terdapat aliran lahar dari piroklastik yang berasal dari gunung Welirang.
Aliran maut ini diperkirakan menuju arah Barat Laut. Tepatnya melalui kali Gembolo dan anak-anak Sungai Brantas lain yang berasal dari gunung Welirang.
Secara rinci, di samping aliran benda-benda lepas hasil longsoran dari kompleks Gentonggowahgede dapat saja meluncur melalui lembah Jurangcelot. Kemudian langsung menghambur ke daerah Jatirejo.
Jika sesuai prediksi para ahli, aliran lahar ini tumpahnya persis di daerah pusat Kerajaan Majapahit. Hal itulah yang diduga kuat "melenyapkan" kerajaan ini.
Longsoran itu mungkin saja diawali oleh gempa hebat dan banjir sungai yang besar. Untuk mendukung teori tersebut di atas, Sampurna pada pertemuan ilmiah Ikatan Ahli Geologi ke 9 di Yogyakarta (1983) berkata;
"Tidak mungkin suatu kerajaan besar lenyap begitu saja tanpa meninggalkan suatu relik. Akan tetapi untuk Majapahit seakan-akan pada suatu saat segalanya itu dihancurkan oleh suatu bencana hebat”.
Meski demikian detail prediksi para ahli, belum ada yang mampu memperkirakan kapan bencana tersebut terjadi. Apakah bencana tersebut terjadi sebelum pemindahan ibukota ataukah sesudah pemindahan ibukota?
Salah satu catatan adanya bencana alam itu bisa saja merujuk pada informasi dalam risalah Kerajaan Majapahit yang disebut dengan Guntur Pawatugunung. Peristiwa itu terjadi pada tahun 1481.
Yang jelas, menurut hasil penelitian terhadap area Trowulan, Ir. Sampurno secara khusus menunjuk bahwa ada sistem teknologi dan tata air di ibukota Majapahit. Berbagai saluran dan pipa yang tersisa membuktikan adanya teknologi mengenai sistem tata air yang cukup maju pada zamannya.
Editor : Trisna Eka Adhitya