MOJOKERTO, iNewsMojokerto.id - Dakon adalah permainan tua yang berasal dari tradisi masyarakat nusantara. Dakon atau congklak telah menjadi warisan budaya tak benda yang dimiliki oleh Indonesia.
Seberapa tuakah permainan ini dikenal oleh masyarakat nusantara? Dakon mungkin berasal dari perpaduan budaya yang masuk ke wilayah Indonesia. Meski demikian, jejak tertuanya ternyata merujuk pada zaman Majapahit.
Bukti keberadaan dakon di zaman Majapahit ini bahkan masih bisa dilihat hingga kini. Tepatnya melalui keberadaan Watu Dakon.
Watu Dakon adalah sebuah situs peninggalan Majapahit yang terletak di Dusun Patung, Desa Pungging, Kecamatan Pungging, Mojokerto. Situs ini merupakan batu tunggal yang bentuk fisiknya berupa batu besar.
Pada permukaan batu tersebut terdapat ceruk yang menyerupai bentuk permainan dakon (congklak). Batu ini diletakkan di tanah sehingga mereka yang memainkannya bisa duduk bersila dan leluasa.
Penduduk desa setempat Watu Dakon ini percaya bahwa situs ini adalah peninggalan Majapahit. Masyarakat juga meyakini bahwa lokasi ini angker dan keramat.
Menurut penduduk sekitar, secara ajaib posisi batu ini selalu berubah-ubah. Padahal batu ini sangat berat dan seperti menempel pada tanah sehingga mustahil diangkat oleh manusia.
Hal itu yang membuat masyarakat percaya penghuni alam gaib di lokasi ini gemar bermain dakon. Bahkan para makhluk gaib ini memiliki kebiasaan untuk selalu membalik batu tersebut pasca selesai bermain.
Bukti lain keberadaan dakon di zaman Majapahit.
Dikutip dari Laporan Penelitian Jarahnitra, sejarah Dakon sendiri tidak diketahui pasti kapan munculnya. Menurut RA. Maharkesti, BA (1999/2000) ada tiga versi asal dakon.
Pertama Dakon masuk kraton sejak kejayaan Majapahit, tepatnya di pemerintahan Ratu Kencana Wungu, karena ada satu cerita yang menyebut bahwa rani Majapahit ini suka bermain dakon.
Versi kedua muncul di masa Belanda pad kepemimpinan Sultan Agung Mataram. Dakon disebut mbedhil (senapan/meriam). Para prajurit Mataram yang kebanyakan dari golongan petani giat berlatih bedhil. Di sela-sela istirahat berlatih, mereka bermain permainan tradisi, termasuk dakon.
Sementara itu, versi ketiga, permainan dakon dibuat oleh Ki Buyut Manggal dari lereng Gunung Lawu. Ki Buyut Manggal merupakan seorang guru ilmu gaib dan memiliki kemampuan meramal nasib.
Uniknya beliau meramal dengan cara main dakon dari kayu sawo, sehingga diberi nama Gus Gamplong. RM Gandakusuma (KGPAA Mangkunegara IV) sempat menjadi muridnya saat itu, hingga usai belajar, memohon izin untuk membawa Gus Gamplong. Sejak itu permainan Dakon masuk Pura Mangkunegaran dan digunakan sebagai permainan para putri yang menunggu giliran menari.
Editor : Trisna Eka Adhitya