Tenung Ditindak Tegas di Majapahit
Dalam hukum pidana yang berlaku saat ini, praktik guna-guna dianggap tidak ada atau tidak dapat dibuktikan keberadaannya. Oleh karena itu, tidak ada undang-undang yang mengatur tindak pidana yang dilakukan dengan media guna-guna.
Namun, tidak demikian di masa Majapahit. Guna-guna, tenung, dan praktik semacam itu dianggap benar terjadi dan diterima dalam realita masyarakat.
Kutaramanawa mengatur hukuman bagi orang yang terbukti melakukan praktik tenung dan mengancam nyawa orang lain. Hal ini diuraikan sedemikian rinci dalam pasal 173.
“Jika orang menulis nama orang lain pada pakaian atau kain orang meninggal, atau pada kain yang berbentuk boneka, atau boneka terbuat dari tepung dan mengubur boneka itu di kuburan, atau meletakkannya di dalam pohon, di tanah yang telah dibubuhi mantera, atau pada simpangan jalan, maka orang yang demikian itu dianggap sebagai tukang sunglap yang jahat; kalau kelahatan orang yang demikian itu terbukti, maka baginda harus membunuhnya dengan semua anak cucunya dan orang tuanya; tidak seorangpun di antaranya boleh dibiarkan hidup oleh baginda, kalau baginda hendak mencapai kesejahteraan dunia; semua hak miliknya yang ada di dalam daerahnya boleh diambilnya” . (Terjemahan Tim Koordinasi Siaran Direktorat Jenderal Kebudayaan. 1996)
Editor : Trisna Eka Adhitya