MOJOKERTO, iNews.id - Kisah Mpu Prapanca sebagai penulis Kakawin Nagarakretagama adalah kisah yang masih terus diburu kebenarannya. Kakawin Nagarakretagama yang ditulisnya menjadi sumber terbesar ilmu pengetahuan tentang Kerajaan Majapahit.
Kisah hidup Mpu Prapanca pun tidak kalah menarik perhatian dibanding kakawin yang ditulisnya itu. Sebagaimana dilansir dari buku "Menuju Puncak Kemegahan (Sejarah Kerajaan Majapahit)" yang ditulis oleh Prof. Slamet Mulyana, Mpu Prapanca mengalami kisah yang cukup memilukan selama menulis Nagarakretagama.
Sumber yang menguraikan kisah hidup Mpu Prapanca tatkala menuliskan Nagarakretagama tak lain adalah kakawin itu sendiri. Tepatnya tertulis pada 4 pupuh terakhir dalam kakawin, yaitu pupuh 95, 96, 97, dan 98.
Empat pupuh terakhir ini sempat memicu perdebatan di kalangan para peneliti awal kakawin Nagarakretagama. Namun, menurut Prof. Slamet Mulyana, keempat pupuh penutup tersebut adalah asli tulisan Mpu Prapanca, bukan tambahan yang diberikan penyalin naskah.
Dalam empat pupuh itulah justru Mpu Prapanca mengungkapkan apa yang ia alami selama menulis kakawin yang dipersembahkan bagi Raja Hayam Wuruk ini.
Beginilah nasib Mpu Prapanca menurut terjemahan Prof. Slamet Mulyana dalam puphuh 95/1 Nagarakretagama:
"Nasib badan dihina oleh bangsawan, canggung tinggal di dusun. Hati rusuh kurang kesenangan, sedih, rugi, tak mendengar kata manis. Sungguhlah! Juga teman karib dan orang budiman tak menaruh belas kasihan, meninggalkannya. Lalu apa, apa artinya (tujuannya) mengenal aturan cinta, kalau tidak diamalkan? (Kalau tak ada buahnya?)".
Dari untaian tersebut dapat dipahami keadaan Mpu Prapanca selama menulis Nagarakretagama adalah layaknya seorang buangan. Kemungkinan besar, kakawin ini ditulisnya selagi tidak tinggal di lingkungan istana Majapahit.
Editor : Trisna Eka Adhitya