“UNICEF sangat bangga bahwa Kota Surabaya sudah memastikan bahwa anak-anak bisa melindungi diri mereka sendiri. Resiko di dunia daring itu sudah mereka ketahui, jadi pemkot juga ingin memastikan anak-anak di seluruh Kota Surabaya memahami dan terlindungi dari resiko kekerasan dan eksploitasi seksual online,” kata Arie Rukmantara.
Sebab, menurutnya, Kota Surabaya sebagai anggota Child Friendly Cities Initiative (CFCI), semua komponen telah memiliki tanggung jawab dalam melindungi anak-anak. Mulai dari keluarga, sekolah, pemerintah, hingga stakeholder pendukung yang lainnya.
“Program yang sudah digalakkan oleh Dispendik Surabaya, yakni prevention OCSEA awalnya hanya di sekolah negeri, tapi sekarang sudah diadopsi di sekolah swasta. Sekolah swasta memiliki inisiatif, contoh SMP Santa Maria bisa mereplikasikannya,” terangnya.
Kepala SMP Santa Maria Surabaya, Martha Sawitri Handayani menyampaikan bahwa dunia pendidikan memiliki peran penting terhadap perlindungan anak. Sebab, saat memasuki usia remaja, mereka belum memiliki kemampuan dalam membedakan hal baik dan buruk.
“Sejak awal tahun pembelajaran, kita sosialisasikan tentang hak-hak perlindungan anak kepada orang tua, maka orang tua juga bisa melakukannya di rumah. Kami menciptakan komunitas belajar yang kritis, kreatif, dan inovatif. Ini selaras bagaimana mencegah OCSEA untuk melindungi anak-anak dari kekerasan dan pelecehan seksual,” tandasnya.
Editor : Trisna Eka Adhitya
Artikel Terkait