Artinya, susunan pemerintahan daerah tersebut mengambil pola susunan pemerintahan pusat. Menurut Prof. Slamet Mulyana hal tersebut adalah sistem yang telah lazim di mana-mana.
Di kerajaan-kerajaan bawahan Majapahit, ada yang pimpinan tertingginya disebut raja. Sementara sebagian daerah yang tidak diperintah oleh raja kecil, dipimpin oleh seorang bupati yang mempunyai gelar adipati.
Namun, ada kasus khusus seperti yang terjadi di wilayah Madura Timur. Awalnya wilayah tersebut diperintah oleh bupati Wiraraja. Namun setelah terbentuk kerajaan Majapahit dan setelah selesainya pemberontakan Rangga Lawe, Wiraraja berdiri sebagai raja kecil yang memerintahkan tiga daerah.
Selain Bupati, ada jabatan juru atau kepala daerah yang kira-kira sejajar dengan bupati atau raja kecil yang tunduk kepada raja Majapahit seperti Daha, Kahuripan, dan sebagainya. Susunan pemerintahannya tetap mengambil pola susunan pemerintahan pusat.
Selain itu, ada pula yang dikenal dengan istilah pancatanda dalam pemerintahan daerah. Susunannya, pembesar yang paling bawah disebut buyut.
Buyut ini istilah yang lebih umumnya adalah ketua desa. Buyut atau ketua desa ini bertanggung jawab terhadap urusan di lingkup desa.
Di atas buyut ada jabatan akuwu atau kuwu. Akuwu adalah pimpinan kepala sekumpulan desa. Akuwu ini bisa dipadankan dengan jabatan lurah.
Di atas kuwu ada wadana (wedana), baru kemudian juru. Wadana ini sebenarnya berbeda dengan camat. Camat adalah jabatan baru yang dibuat pada masa kolonial.
Editor : Trisna Eka Adhitya
Artikel Terkait