Protes Keras Pemangkasan ADD 2026, Ratusan Kades di Mojokerto Geruduk Kantor Bupati
MOJOKERTO, iNewsMojokerto.id - Gelombang perlawanan dari akar rumput terhadap Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mojokerto mencapai eskalasi tertinggi. Ratusan kepala desa (Kades) dan perangkat mengatasnamakan kelompoknya sebagai Pamong Majapahit menggeruduk kantor Bupati Mojokerto pada Rabu (24/12/2025).
Kedatangan mereka memprotes keras kebijakan pemangkasan Alokasi Dana Desa (ADD) tahun anggaran 2026 yang dinilai mencekik kesejahteraan aparatur desa.
Aksi yang bermula sejak pagi hari itu sempat diwarnai kericuhan saat massa mencoba merangsek masuk ke area pendopo. Kekecewaan memuncak setelah audiensi dengan Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Mojokerto menemui jalan buntu (deadlock).
Pemerintah daerah (Pemda) bersikukuh tidak mengakomodasi dua tuntutan, yakni pengembalian besaran ADD dan penerbitan Peraturan Bupati (Perbup) terkait kepastian Penghasilan Tetap (Siltap).
Koordinator Lapangan Aksi, Sunardi, secara gamblang menyatakan mosi tidak percaya terhadap kebijakan fiskal Pemkab Mojokerto. Kepala Desa Temon tersebut menegaskan jika kesejahteraan aparat pemerintah desa dipangkas, maka kewajiban membantu pemungutan Pendapatan Asli Daerah (PAD) akan dihentikan.
"Jika ADD tidak dikembalikan, seluruh pemerintah desa di Kabupaten Mojokerto sepakat menolak melakukan pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Silakan Pemerintah Daerah menarik sendiri pajaknya langsung ke rakyat," tegas Nardi di tengah kerumunan massa.
Ancaman itu disebutnya bukan sekadar gertakan. Mereka mengancam melakukan pembangkangan terhadap seluruh program Pemkab Mojokerto dan memboikot setiap agenda kunjungan kerja Bupati Mojokerto, Muhammad Al Barra, ke wilayah pedesaan.
Pantauan di lokasi, nampak spanduk bernada satir dan tajam seperti "Jangan Potong Gaji Kami" serta "Manusiakan Manusia" menghiasi gerbang kantor bupati. Para pendemo menilai, pemangkasan ADD secara drastis merupakan langkah regresif yang mengabaikan beban kerja pemerintah desa sebagai garda terdepan pelayanan publik.
"Kami tidak akan membubarkan diri sebelum Bupati turun langsung menemui kami dan memberikan jaminan hitam di atas putih. Ini bukan sekadar angka anggaran, ini soal martabat dan keberlangsungan hidup perangkat desa," tambahnya.
Kegagalan Sekda dalam menjembatani aspirasi massa mengindikasikan adanya sumbatan komunikasi politik yang serius di internal Pemkab Mojokerto. Jika pemboikotan PBB benar-benar terjadi, Kabupaten Mojokerto terancam menghadapi krisis fiskal dan stagnasi pembangunan di tingkat desa pada tahun 2026 mendatang.
Editor : Arif Ardliyanto