“Selain menanggung kerugian berupa kerusakan alam beserta dampak turunannya, negara juga kembali dirugikan dengan hilangnya potensi penerimaan negara semisal dari pajak, bea ekspor, royalti, iuran tetap, dan lainnya akibat operasi tambang ilegal. Berdasarkan data Minerba One Data Indonesia (MODI) Kementerian ESDM, realisasi penerimaan negara dari pertambangan mineral dan batu bara pada tahun 2023 saja mencapai Rp.172 triliun," jelasnya.
Artinya, lanjut Meitri, jika operasi tambang ilegal ini bisa ditertibkan, maka angka yang diperoleh untuk penerimaan negara bisa saja lebih tinggi. Tingginya penerimaan negara dari tambang tersebut diharapkan mampu mengurangi ketergantungan kita terhadap utang serta berkontribusi terhadap dukungan pembiayaan sejumlah program strategis pemerintah yang berorientasi pada pembangunan kesejahteraan rakyat.
Lebih lanjut, Anggota DPR RI Dapil Jatim VIII ini berharap pendekatan berbasis pencegahan menjadi agenda utama Ditjen Gakkum Kementerian ESDM dalam mengatasi masalah tambang ilegal. Meitri mengatakan, pendekatan berbasis pencegahan dinilai lebih penting dan strategis karena dapat menciptakan solusi yang berkelanjutan, hemat dari sisi biaya, serta meminimalisir dampak buruk yang ditimbulkan dari aktivitas tambang ilegal.
“Apalagi, pemulihan lahan tambang butuh biaya tinggi dan waktu lama sehingga pencegahan dinilai lebih efisien secara ekonomis dan ekologis,” jelasnya.
Meitri melanjutkan, pencegahan lewat penegakan aturan yang solid, kampanye edukasi, dan pengawasan yang berkelanjutan dengan melibatkan komunitas lokal atau unsur masyarakat terkait lebih efektif dan berbiaya rendah.
“Fungsi pencegahan dinilai tetap lebih efektif dan memiliki manfaat jangka panjang khususnya dalam upaya melindungi lingkungan dan menjaga stabilitas sosial serta ekonomi. Pada prinsipnya, mencegah lebih baik daripada mengobati,” tandasnya.
Editor : Trisna Eka Adhitya