Lebih lanjut, Okta mengungkapkan bahwa hasil kajian mereka menunjukkan adanya ketidaksesuaian tarif dengan Peraturan Daerah (Perda) yang berlaku.
"Kami menemukan adanya enam kelompok tarif yang berbeda, mulai dari Rp22.000, Rp11.000, hingga Rp13.000. Namun, tidak ada penjelasan tertulis mengenai alasan di balik tarif-tarif tersebut yang langsung dikenakan kepada warga Surabaya," jelasnya.
Tak hanya itu, Okta juga menerima banyak laporan dari warga yang mempertanyakan transparansi dalam penetapan dan penggunaan retribusi yang mereka bayarkan.
"Selama ini, masyarakat membayar retribusi tanpa mengetahui dengan jelas untuk apa dan ke mana dana tersebut dialokasikan. Hal ini tentu saja menimbulkan tanda tanya besar," tegasnya.
Di pihak lain, Ari Bimo Sakti, Senior Manager Komersial PDAM Surabaya, mengaku tidak memiliki informasi rinci terkait penetapan retribusi. Ia menyarankan agar warga mengajukan pertanyaan tersebut kepada Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dan Bagian Hukum yang lebih berwenang dalam hal ini.
"Nanti bisa ditanyakan ke DLH, juga ke Bagian Hukum soal penetapan retribusi. Memang banyak warga yang menanyakan hal ini," pungkasnya.
Editor : Trisna Eka Adhitya