SURABAYA, iNewsMojokerto.id - Suasana di Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya mendadak riuh dengan kedatangan Irwan Mussry, suami dari artis ternama Maia Estianty. Irwan, yang juga merupakan Direktur PT Time International Group, hadir sebagai saksi dalam kasus dugaan gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan terdakwa mantan Kepala Bea Cukai Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Eko Darmanto.
Irwan tiba di pengadilan sekitar pukul 09.30 WIB bersama tim kuasa hukumnya. Penampilannya yang berwibawa dengan kemeja batik lengan panjang berwarna biru dan celana hitam menarik perhatian banyak orang. Tanpa banyak basa-basi, ia langsung menuju Ruang Sidang Cakra untuk memberikan kesaksiannya.
Di hadapan majelis hakim, Irwan langsung dihadapkan dengan pertanyaan tajam mengenai dana Rp100 juta yang diduga sebagai gratifikasi kepada Eko Darmanto. Namun, dengan tenang Irwan menjelaskan bahwa uang tersebut sebenarnya merupakan pinjaman kepada Rendhie Okjiasmoko, seorang konsultan impor PT Time International Group yang juga teman SMP-nya.
"Rendhie ini teman saya sejak SMP. Jadi, saya meminjamkan uang tersebut dengan menggunakan cek," jelas Irwan, menepis dugaan gratifikasi.
Irwan mengungkapkan bahwa dirinya tidak tahu jika uang Rp100 juta tersebut digunakan untuk kepentingan Eko Darmanto terkait masalah kepabeanan. Ia menegaskan bahwa uang itu dipinjam oleh Rendhie dan telah dikembalikan secara bertahap.
"Saya baru mengetahui bahwa uang yang dipinjam oleh Rendhie diberikan kepada Eko Darmanto melalui rekening Ayu Andini ketika saya dimintai keterangan oleh KPK dan ditunjukkan buktinya," beber Irwan, dengan nada serius.
Kesaksian Irwan Mussry semakin membuka tabir misteri kasus ini. Keterangan yang diberikan menambah bumbu cerita dalam sidang yang menarik perhatian publik ini. Apakah kesaksian Irwan akan mempengaruhi jalannya kasus? Kita tunggu perkembangan selanjutnya.
Dengan segala drama dan intriknya, sidang ini menjadi sorotan utama di berbagai media. Kehadiran Irwan Mussry sebagai saksi semakin memperkuat keyakinan publik bahwa kebenaran pasti akan terungkap.
Terkait masalah kepabeanan, Irwan mengungkapkan sempat ada kendala terkait jumlah jam dengan kotak boks jam. Dirinya juga meminta Rendhie yang mengurusi persoalan tersebut dan dia tidak mengetahui perkembangannya.
Irwan menjelaskan perusahaannya PT Time International Group menggunakan import di tiga tempat bea cukai seperti Cengkareng, Tanjung Priuk, dan Tanjung Perak Surabaya. Sehingga saat adanya audit dari bea cukai Cengkareng, membuat perusahaannya dirinya dipanggil. "Yang paling sering perusahaan kami pengurusan bea cukai di Cengkareng jadi perusahaan kami yang dipanggil," jelasnya.
Saat disinggung Irwan kenal dengan Eko Darmanto, Irwan mengaku hanya sekali bertemu terdakwa di hotel di Jakarta. "Itu hanya dua menit dan terdakwa Eko Daemanto hanya minta foto saja setelah itu tidak pernah ketemu atau berkomunikasi lagi," jelasnya.
Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, Luki Dwi Nugroho mengatakan, kalau pihaknya mendapatkan fakta persidangan adanya aliran uang masuk dari Irwan kepada Rendhie kemudian ke Ayu Andini. Nah, Ayu ini mempunyai keterkaitan dengan terdakwa Eko. "Kita mensinyalir uang itu menurut kami ada kaitannya pemberian kepada Pak Eko, dugaan kami seperti itu," tegas Luki.
Luki menyatakan, posisi Irwan saat ini sebagai direktur usaha importir yang memasukan barang dari luar negeri ke Indonesia. "Itu membutuhkan jasa kepabeanan. Dalam fakta (sidang) juga ada masalah timbul dari usaha Pak Irwan. Kita lihat dari berbagai sisi, dari perusahaan yang butuh ekspor impor butuh dokumen itu, kemudian Pak Irwan tahu Pak Eko ini meski singkat," katanya.
Terkait uang Rp100 juta yang dipinjamkan Irwan ke Rendhie, Luki menduga itu hanya modus saja. Karena menurutnya uang itu muaranya ke Ayu Andini hingga Eko Darmanto. Kemudian juga tidak ditemukan perjanjian pinjam uang antara Irwan dengan Rendhie."Pengakuan Pak Irwan uang Rp100 juta bukan uang sedikit, dia juga butuh pengembalian dari pihak Rendhie," katanya.
Sementara itu, dalam dakwaan yang dibacakan JPU KPK, Luki Dwi Nugroho, terdakwa Eko sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau Aparatur Sipil Negara (ASN) telah menerima gratifikasi berupa uang keseluruhannya berjumlah Rp23.511.303.640,24.
Eko menerima gratifikasi dari pihak antara lain, dari Andri Wirjanto sebesar Rp1,37 miliar, Ong Andy Wiryanto Rp6,85 miliar, David Ganianto dan Teguh Tjokrowibòwo sebesar Rp300 juta dan Lutfi Thamrin serta M Choiril sebesar Rp200 juta.
Lalu ada juga berasal dari Irwan Daniel Mussry Rp100 juta, Rendhie Okjiasmoko Rp30 juta, Martinus Suparman Rp930 juta, Soni Darma Rp450 juta, Nusa Syafrizal melalui Ilham Bagus Prayitno sebesar Rp250 juta dan Benny Wijaya Rp60 juta.
Selain itu juga ada nama S Steven Kurniawan sebesar Rp2,3 miliar, Lin Zhengwei dan Aldo Rp204,3 juta. Serta ada pengusaha yang tidak diketahui namanya memberi Rp10,9 miliar.
Dalam perkara ini, Eko dijerat Pasal 12 B juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP. Terdakwa juga dijerat pasal tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Editor : Arif Ardliyanto