MOJOKERTO, iNewsMojokerto.id - Kerajaan Majapahit dikenal sebagai salah satu kerajaan terbesar dan paling berpengaruh di Nusantara pada abad ke-13 hingga abad ke-16. Meskipun terkenal dengan kejayaannya, Majapahit ternyata juga pernah kalah cerdik hingga kalah perang gegara seekor kerbau.
Pada masa jayanya Kerajaan Majapahit sangatlah sulit ditaklukkan ketika berperang. Kombinasi pasukan, strategi dan persenjataan memadai menjadikan kerajaan ini nyaris selalu berhasil menguasai daerah-daerah lainnya.
Tetapi ada suatu momen Majapahit kalah perang melawan pasukan Minangkabau. Fakta sejarah mencatat hal ini, ketika Majapahit melakukan invasi ke Pagaruyung Minangkabau pada tahun 1409.
Penyebab kekalahan ini karena hal sepele. Berawal saat pasukan Majapahit berhasil menguasai Kerajaan Pasai dan bergerak pulang lalu singgah di Jambi serta Palembang.
Dalam sebuah teks yang tercatat menurut versi Majapahit yang tersimpan di museum Jawa Timur diceritakan tentang invasi penaklukkan ke Minangkabau itu. Di dalam teks tersebut disebutkan Majapahit mengerahkan 500 kapal perang lengkap dengan patih dan hulubalang serta 200.000 prajurit.
Terdorong oleh kemenangan-kemenangan itu, Raja Majapahit mengambil keputusan untuk memerangi jajahan Raja Hujung Tanah. Misi itu memang menjadi bagian dari perluasan wilayah kekuasaan hingga ke Pulau Percah di Sumatera sebagai kelanjutan dari Sumpah Palapa yang diucapkan Gajah Mada.
Kisah itu dibahas dalam Kitab Pararaton dan Hikayat Raja-raja Pasai sebagaimana dikutip dari buku 'Menuju Puncak Kemegahan: Sejarah Kerajaan Majapahit'. Saat itu, tak puas dengan penundukan Pasai, pasukan Majapahit terus bergerak menguasai daerah-daerah Timbalan, Siantan, Jemaya, Bunguran, Serasan, Subi, Pulau Laut Tiyoman, Pulau Tinggi, Pemanggilan, Karimata, Belitung, Bangka, Lingga, Riau, Bintan dan Bulang.
Sesampai di Pariangan para patih dan hulubalang Majapahit berunding dengan Patih Suatang (Datuk Perpatih Nan Sebatang) serta Patih Ketemanggungan (Datuk Katumanggungan). Namun, entah mengapa, kemudian muncul usulan dari Patih Majapahit untuk mengadu kerbau sebagai simbolisasi perang.
Kesepakatan pun dibuat sebelum kerbau bertarung. Disepakati, pemilik kerbau yang menang berarti memenangkan peperangan, begitu pula sebaliknya.
Raja Majapahit kemudian mengirim seekor kerbau yang istimewa besarnya bersama tentara Majapahit untuk diadu dengan kerbau Minang. Tetapi untuk melawannya, Datu Perpatih Sebatang mengajukan anak kerbau yang kelaparan.
Mereka yakin, anak kerbau lapar akan tidak akan bertarung tapi ingin menyusui. Benar saja, begitu dilepas ke area tanding, anak kerbau itu secepat kilat menyelinap ke perut kerbau jantan nan besar hendak menyusui.
Di bawah perut kerbau jantan itu, anak kerbau lapar mendapatkan kelamin kerbau jantan. Anak kerbau pikir sudah menemukan puting susu induknya.
Ia mengisap dan menggigit hingga kerbau jantan perkasa itu roboh. Maka sesuai kesepakatan, pihak Majapahit dianggap kalah, lalu mereka akan pergi namun ditahan oleh Patih Suatang karena mereka akan dijamu makan dan minum.
Menurut teks versi Majapahit, setelah jamuan pesta dan mabuk euforia itu, dengan serta merta pasukan Majapahit diserang dari segala macam penjuru yang menewaskan patih dan para hulubalang serta separuh prajurit Majapahit. Sementara yang selamat pulang ke Majapahit dan melaporkan peristiwa itu kepada Sang Nata (raja) yang menerimanya dengan amat masygul karena kekalahan besar dan kehilangan para patih dan hulubalang yang diandalkan serta banyak prajurit.
Peristiwa tersebut terjadi di sebuah padang luas yang kemudian diberi nama 'Padang Sibusuk' karena begitu banyaknya mayat bergelimpangan yang kemudian menimbulkan bau busuk.
Berdasarkan sumber lokal, termasuk Tambo Minangkabau, Minangkabau menggunakan strategi perang gerilya dan memanfaatkan medan pegunungan yang sulit dijangkau oleh pasukan Majapahit. Menurut buku "Tambo Minangkabau" yang disusun oleh A.A. Navis, pasukan Minangkabau berhasil memukul mundur ekspedisi Majapahit dan mempertahankan kemerdekaan wilayah mereka.
Editor : Trisna Eka Adhitya