Namun, pada pengaturan baru pemberi kerja cukup menghitung penghasilan bruto sebulan dikali TER bulanan. Yang dimaksud dengan penghasilan bruto saat ini adalah mencakup gaji dan tunjangan teratur (termasuk uang lembur); bonus, THR, jasa produksi dan penghasilan lain yang sifatnya tidak teratur; imbalan dari kegiatan yang digelar oleh pemberi kerja; pembayaran iuran jaminan sosial ketenagakerjaan dan kesehatan yang dibayarkan pemberi kerja; serta pembayaran premi asuransi yang dibayarkan pemberi kerja.
Misalnya, seorang pegawai tetap belum menikah dan tidak ada tanggungan (TK/0) menerima penghasilan bruto dari pemberi kerja senilai Rp6,5 juta pada masa pajak Februari, maka penghitungan PPh 21 menggunakan tarif efektif bulanan kategori A sebesar 1%.
Jika pada masa pajak Maret, pegawai tersebut menerima penghasilan bruto dari pemberi kerja sebesar Rp13 juta karena dijumlah dengan THR. Maka, tarif efektif bulanan PPh 21 yang digunakan adalah kategori A sebesar 5 persen. Kendati demikian, Dwi menegaskan penerapan metode penghitungan PPh Pasal 21 menggunakan TER tidak menambah beban pajak yang ditanggung oleh wajib pajak.
Tarif TER diterapkan untuk mempermudah penghitungan PPh Pasal 21 masa pajak Januari hingga November. Sehingga pada masa pajak Desember, pemberi kerja akan menghitung kembali jumlah pajak yang terutang dalam setahun menggunakan tarif umum PPh Pasal 17.
Selain itu, akan dilakukan juga pengurangan jumlah pajak yang sudah dibayarkan pada masa Januari sampai November sehingga beban pajak yang ditanggung wajib pajak akan tetap sama.
Editor : Trisna Eka Adhitya