MOJOKERTO, iNewsMojokerto.id - Jejak Majapahit di Tuban belum terlalu populer dikenal. Padahal hubungan Majapahit dan Tuban adalah kisah penting dalam sejarah kerajaan terbesar di Nusantara ini.
Hingga kini, jejak Majapahit di Tuban masih belum masif diperbincangkan. Dulu Tuban adalah bagian penting dari Majapahit dengan keberadaan Ronggolawe.
Di antara sedikitnya jejak Majapahit di Tuban yang bisa ditelusuri hari ini, ada dua lokasi yang telah cukup dikenal publik. Meski demikian, dua lokasi tersebut terbilang masih kalah populer dibanding ikon wisata sejarah Tuban lainnya.
Dua lokasi jejak Majapahit di Tuban tersebut adalah situs Goa Suci dan Watu Gajah. Apa yang bisa dinikmati dan dipelajari di dua situs tersebut?
1. Situs Goa Suci Peninggalan Majapahit di Tuban
Situs Goa Suci, warisan kerajaan Majapahit, terletak di Dusun Suci, Desa Wangun, Kecamatan Palang, Kabupaten Tuban, Jawa Timur. Ditemukan pada tahun 1970, gua ini menjadi cagar budaya di Tuban.
Gua ini ternyata pernah disebut dalam prasasti Leran, prasasti tembaga dengan tiga lempeng yang diperkirakan berasal dari abad ke-13 hingga ke-14 Masehi.
Gua Suci memiliki arsitektur indah dengan seni pahatan menakjubkan pada bebatuannya. Gua ini memiliki sekat-sekat yang mungkin dulu berfungsi sebagai ruangan.
Gua ini memiliki kedalaman sekitar 14 meter dengan atap berbentuk kerucut.
Gua ini dulunya adalah tambang batu kumbung pada masa Kerajaan Majapahit, dan pahatan-pahatannya menggambarkan ciri khas pahatan dari kerajaan tersebut.
Salah satu pahatan pada dinding gua mencatat tahun q026 dalam angka Jawa Kuno. Tempat ini kini menjadi cagar budaya yang dilindungi.
2. Peninggalan Majapahit Watu Gajah Tuban
Watu Gajah adalah kelompok batu yang jika diperhatikan memiliki kemiripan dengan bentuk gajah. Situs ini terletak di Lapangan Watu Gajah, Desa Bejagung, Kecamatan Semanding, Kabupaten Tuban.
Menurut legenda yang tersebar di kalangan masyarakat setempat, Watu Gajah diyakini sebagai pasukan gajah dari zaman Majapahit yang diubah menjadi batu oleh Sunan Bejagung.
Cerita tersebut melibatkan seorang santri Sunan Bejagung yang dikenal sebagai Pangeran Pengulu atau Syekh Awaludin. Meskipun ditawari untuk menjadi raja di Majapahit, Pangeran Pengulu lebih memilih untuk tetap menjadi santri Sunan Bejagung.
Dalam salah satu kisah, Patih Gajah Mada dan pasukannya berencana menjemput putra mahkota Majapahit, Pangeran Pengulu atau Syekh Awaludin.
Syekh Awaludin sedang belajar memperdalam ilmu agama Islam dari Syekh Abdullah Asy'ari atau Sunan Bejagung Lor di Kasunanan Bejagung. Pada saat itu, Pangeran Pengulu meminta perlindungan Sunan Bejagung.
Akhirnya, pasukan gajah datang dari Majapahit, tetapi gajah-gajah tersebut merusak tanaman milik Sunan Bejagung, yang melaporkan hal ini kepada Mbah Sunan Bejagung.
Mbah Sunan Bejagung kemudian menjelaskan bahwa gajah-gajah tersebut bukanlah gajah sesungguhnya, melainkan batu. Seketika itu juga, gajah-gajah itu berubah menjadi formasi batu-batuan besar.
Situs ini belum dikaji secara resmi sebagai bagian valid bukti sejarah Majapahit. Meski demikian, masyarakat setempat meyakini kisah mistis yang beredar turun-temurun tersebut.
Editor : Trisna Eka Adhitya