Pengadilan akan tetap meregister perkara itu, menunjuk majelis hakim yang akan memeriksa dan memutus gugatan itu, memanggil pihak-pihak yang berperkara.
"Dalam proses pemeriksaan perkara itulah akan diketahui, baik melalui proses jawab menjawab, atau melalui proses pembuktian, apakah perkara yang diajukan tersebut sebelumnya sudah pernah diputus pengadilan dengan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap atau tidak," kata ahli.
Untuk memastikannya, sambung ahli, pada proses persidangan dengan gugatan yang baru. Dan tentunya, dalam persidangan yang baru inilah menjadi kewenangan majelis hakim yang memeriksa perkara, untuk menilai, apakah gugatan baru yang dan kemudian disidangkan tersebut masuk dalam klasifikasi sebagai nebis in idem ataukah tidak, dengan meng-compare atau membandingkan dengan putusan hakim sebelumnya.
" Dan apabila gugatan baru yang diajukan tersebut memenuhi prinsip nebis in idem, maka terhadap gugatan yang baru itu tidak dapat diterima atau haruslah ditolak," tegas Ahli.
Ahli juga diminta menjelaskan apakah
pengajuan dan pemeriksaan terhadap gugatan yang baru dapat menunda
pelaksanaan eksekusi terhadap gugatan sebelumnya yang telah mendapatkan putusan yang berkekuatan hukum tetap ?
Menurut ahli, putusan Pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap dengan amar yang bersifat condemnatoir dapat dimohonkan eksekusinya melalui Ketua Pengadilan
Negeri yang berwenang yang memutus perkara tersebut di tingkat pertama. Hal
tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 196 HIR maupun ketentuan hukum lainnya yang terkait.
Eksekusi putusan yang telah berkekuatan hukum tetap merupakan jaminan untuk mewujudkan asas kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan. Serta selaras dengan
asas peradilan diselenggarakan secara sederhana, cepat dan biaya ringan.
" Gugatan baru yang diajukan terhadap subyek yang sama serta terhadap obyek
eksekusi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap tidak menunda atau membatalkan eksekusi. Eksekusi harus tetap dijalankan sesuai dengan
ketentuan ketentuan eksekusi," ujar ahli.
Penundaan eksekusi putusan yang telah berkekuatan hukum tetap kata ahli hanya karena adanya gugatan baru yang ne bis in idem, bertentangan dengan peraturan
perundang undangan, melanggar asas kepastian hukum, keadilan,kemanfaatan
serta tidak sesuai dengan asas peradilan diselenggarakan secara sederhana, cepat dan biaya ringan.
Selain gugatan baru, penggugat juga mengajukan PK ke MA terhadap putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap terhadap pihak pihak yang sama, obyek sengketa yang sama,
dengan alasan yang sama?
Ahli mengatakan, adanya inkonsistensi sikap hukum Penggugat. Oleh karena disatu pihak yang bersangkutan
mengajukan PK, namun pada waktu yang sama yang bersangkutan mengajukan gugatan baru ke PN.
Perlu diketahui, hakim Mahkamah Agung sebelumnya sudah menolak gugatan yang diajukan para penggugat melalui putusan yang dijatuhkan pada 2 Juni 2022 lalu. Dalam gugatannya, penggugat mendalilkan bahwa jual beli yang dilakukan antara Poediastuti/Penjual Pemberi Kuasa dengan almarhum Widjaja/Pembeli orangtua dari tergugat Enni Widjaja dan Ratna Wijaya terhadap objek tanah Lingkungan Rangkah, Kecamatan Tambaksari, Kotamadya
Surabaya seluas 7090 meter persegi tidak sah. Faktanya, tergugat memiliki Akta Perjanjian (Tentang Pengikatan Jual Beli) Nomor 9 dan Akta
Kuasa Nomor 10, tertanggal 9 November 1990 yang dibuat di hadapan Notaris Raden Soejono, SH.
Terhadap gugatan tersebut, pihak Enni Widjaja dan Ratna Wijaya sudah mengajukan eksekusi dan sekarang dalam tahap aanmaning.
Editor : Trisna Eka Adhitya