MOJOKERTO, iNEwsMojokerto.id - Ada sebuah kerajaan di Jawa Timur yang wilayahnya tidak terlalu luas. Pada zaman Majapahit wilayah ini bahkan disebut sebagai "separuh bagian" Majapahit.
Kerajaan yang dimaksud adalah Lamajang atau yang kini dikenal dengan nama Lumajang. Siapa sangka, Lamajang memiliki peran penting selama masa Kerajaan Kediri hingga Majapahit.
Tidak hanya itu, Kerajaan Lamajang justru sebenarnya lebih tua dibanding Majapahit. Wilayah Kerajaan Lamajang diyakini sebagai wilayah suci yang kerap menjadi tujuan perjalanan spiritual para raja.
Salah satu yang sempat dicatat adalah perjalanan Raja Kameswara dari Kerajaan Kediri. Raja Kameswara dikisahkan melakukan perjalanan spiritual ke Gunung Semeru yang terletak di Lumajang.
Nama Lumajang, yang sebelumnya dikenal sebagai Lamajang, sering disebut dalam kitab-kitab kuno seperti Kakawin Negarakertagama dan Pararaton. Nama ini bukan sembarang nama.
Dalam kitab tersebut disebutkan bahwa Lamajang memiliki arti penting selama awal Kerajaan Majapahit dan merupakan tempat kedudukan Arya Wiraraja. Di Lamajang, Arya Wiraraja mendapatkan wilayah Jawa bagian timur yang dikenal dengan nama Lamajang Tigang Juru, sampai pada zaman Raja Hayam Wuruk dan Mahapatih Gajah Mada di masa Majapahit.
Dikutip dari buku "Arya Wiraraja dan Lamajang Tigang Juru: Menafsir Ulang Sejarah Majapahit Timur" karya Mansur Hidayat, Lamajang memiliki peran penting yang kemudian berubah nama menjadi Lumajang pada abad ke-17.
Nama Lumajang atau Lamajang sendiri memiliki dua arti mendasar, yaitu sifat spiritual dan material.
Secara spiritual, nama Lamajang berarti "rumah dewa" atau "rumah yang suci", dengan kata "Luma" yang berarti rumah dan "Hyang" yang berarti dewa.
Di sisi lain, ada pendapat yang menyatakan bahwa Lamajang berasal dari kata "Lemajang" atau "Lemah" yang berarti bumi, dan "Wejang" yang berarti ajaran, yang artinya daerah tempat belajar.
Pada masa Kerajaan Kediri, Lamajang menjadi daerah penting. Raja Kameswara pernah melakukan perjalanan spiritual ke Gunung Semeru pada tahun 1182 Masehi.
Sejumlah tempat dibangun oleh Kerajaan Kediri untuk memfasilitasi ritual keagamaan di Gunung Semeru yang dianggap suci.
Hubungan antara Kerajaan Kediri dengan Lamajang terlihat dalam Prasasti Tesirejo dan Arca Lembu Nandini yang ditemukan di Desa Kertosari.
Prasasti Tesirejo menyebutkan "Kaya Bhumi Sasi Iku", yang artinya seperti bumi bulan itu. Namun, sebenarnya kalimat tersebut merupakan candra sengkala yang bernilai 1113 Saka atau 1191 Masehi.
Prasasti ini menunjukkan bahwa petinggi Kerajaan Kediri telah mendirikan tempat istirahat untuk pendakian Gunung Semeru dalam rangka kunjungan ritual keagamaan mereka.
Selama masa Kerajaan Singasari, Lamajang juga tetap menjadi daerah penting. Candi Gedong Putri diyakini sebagai reruntuhan bangunan kuno yang merupakan kompleks permukiman yang lebih luas dan ditempati oleh bangsawan dengan kota pendukungnya.
Situs ini juga memiliki arca yoni yang indah dan kompleks yang luas. Oleh karena itu, daerah subur Candipuro ini cocok sebagai pusat perkotaan bagi Kerajaan Singasari, yang memungkinkan mereka untuk mengeksplorasi dan mengendalikan kekayaan alam di Lamajang.
Prasasti Mula Malurung juga merupakan bukti autentik yang menggambarkan pengaruh Singasari di Lamajang. Prasasti yang dikeluarkan oleh Raja Anusapati, yaitu Raja Wisnuwardhana.
Dalam prasasti Mula Malurung yang diyakini dikeluarkan pada tahun 1225 Masehi, memuat pengangkatan Nararya Kirana, anak Maharaja Sminingrat (Wisnuwardhana), sebagai juru atau raja bawahan di Lamajang.
Angka tahun prasasti tersebut sekali lagi menegaskan keberadaan Lamajang sebagai wilayah yang lebih tua dibanding Majapahit.
Editor : Trisna Eka Adhitya