Nirleka sebermula tidak pernah menjadi aib. Bahkan mungkin bahasa justru menjadi sulit karena hari ini kita diharuskan menulisnya. Kita hanya menulis tanpa lebih dulu menafsiri apapun.
Mereka yang tinggal di Jawa hari ini mungkin bukan titisan Ajisaka dan tidak mengilhami kitab suci manapun. Tapi manusia selalu tumbuh sebagai penyusun ingatan.
Di dalam kepala kita masing-masing segumpal daging bermassa 1,5 kilogram dipenuhi lebih dari 1.000.000 gigabyte informasi. Maka seharusnya kita memiliki ruang yang cukup untuk membaca dunia yang tidak berhuruf ini. Dunia yang sejak awal bicara pada kita.
Kita yang hari ini menghafal aksara di luar kepala (mungkin) telah lupa bahwa aksara diciptakan unuk merekam bahasa –atau mengikatnya. Kita tidak sadar bahwa kita belum selesai menyimpan ingatan tapi telah buru-buru menuliskan.
Di abad ke-7 SM, dunia membaca dalam Praeneste Fibula: MANIOS:MED:FHEFHAKED:NUMASIOI. Manius membuatku untuk Numerius. Hari ini kita tidak mencari Manius. Tidak mengenal Numerius. Jika saja Numerius adalah angka-angka yang hidup, apakah hari ini kita bisa mengira-ngira kembali untuk apakah aksara?
Editor : Trisna Eka Adhitya