JAKARTA, iNewsMojokerto.id - Hari Bhayangkara, yang diperingati setiap 1 Juli, memiliki sejarah yang menarik untuk disimak. Pasalnya, hari ini merupakan hari yang spesial bagi Polri dengan sejarahnya yang panjang bagi Indonesia.
Saat ini, Hari Bhayangkara telah memasuki tahun ke-78. Dalam peringatan kali ini, berbagai kegiatan digelar oleh Polri untuk memperingati Hari Bhayangkara ke-78, dengan puncak acara yang akan digelar di Monas, Jakarta, pada Senin (1/7/2024).
Karopenmas Divisi Humas Polri, Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko, mengungkapkan bahwa rangkaian acara meliputi upacara dan pertunjukan marching band dari taruna Akademi Kepolisian (Akpol). Selain itu, panggung hiburan juga telah disiapkan.
“Rencananya, dalam upacara tersebut akan dihadiri oleh Presiden dan Wakil Presiden RI, Joko Widodo dan Ma’ruf Amin, bersama dengan Presiden dan Wakil Presiden terpilih dalam Pilpres 2024, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, serta pejabat negara lainnya,” kata Trunoyudo dalam keterangan tertulis, Minggu (30/6/2024).
Masyarakat diundang untuk menghadiri puncak perayaan Hari Bhayangkara tersebut. Sejumlah artis ternama seperti Isyana Sarasvati, GIGI, RAN, Endah N Rhesa, Ari Lasso, hingga NDX AKA akan tampil memeriahkan acara.
Selain itu, Polri juga menyiapkan 150 booth makanan dan minuman secara gratis. Dengan demikian, masyarakat tidak perlu khawatir mencari makanan dan minuman untuk menemani menonton penampilan artis kesayangan mereka.
Lantas, bagaimana sebenarnya sejarah Hari Bhayangkara hingga akhirnya diperingati setiap 1 Juli? Berikut ini adalah rangkuman dari laman resmi Polri:
Sejarah Hari Bhayangkara
Keberadaan Polri dapat dirunut sejak masa Kerajaan Majapahit. Pada saat itu, Mahapatih Gajah Mada membentuk pasukan pengamanan bernama Bhayangkara yang bertugas melindungi raja dan kerajaan.
Pasukan keamanan juga dibentuk pada masa kolonial Belanda. Masyarakat pribumi dipekerjakan untuk menjaga aset dan kekayaan orang-orang Eropa.
Pada tahun 1867, sejumlah warga Eropa merekrut 78 masyarakat pribumi untuk menjaga keamanan di Semarang. Wewenang operasional kepolisian ada pada residen yang dibantu oleh asisten residen.
Pada masa itu, terdapat berbagai macam kepolisian, seperti veld politie (polisi lapangan), stands politie (polisi kota), cultur politie (polisi pertanian), bestuurs politie (polisi pamong praja), dan lain-lain. Kepolisian saat itu menjalankan tugas dan bertanggung jawab kepada jaksa agung.
Pemerintah Hindia Belanda saat itu menerapkan pembedaan jabatan bagi warga pribumi dan Belanda. Pribumi tidak diperkenankan menjabat sebagai hood agent (bintara), inspekteur van politie (inspektur polisi), dan commisaris van politie (komisaris polisi).
Pembentukan kepolisian pada masa Hindia Belanda antara tahun 1897 hingga 1920 menjadi cikal bakal terbentuknya Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).
Kemudian, pada masa pendudukan Jepang, kepolisian Indonesia dibagi menjadi beberapa wilayah, seperti Kepolisian Jawa dan Madura yang berpusat di Jakarta, Kepolisian Sumatera di Bukittinggi, Kepolisian Kalimantan di Banjarmasin, hingga Kepolisian wilayah Indonesia Timur di Makassar.
Usai Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu, Peta dan Gyu-Gun dibubarkan. Namun, polisi tetap bertugas.
Proklamasi kemerdekaan yang dibacakan oleh Soekarno-Hatta pada 17 Agustus 1945 menandai keberadaan kepolisian Indonesia yang merdeka.
Pada 19 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) membentuk Badan Kepolisian Negara (BKN). Komandan polisi di Surabaya, Inspektur Kelas I Polisi Mochammad Jassin, saat itu memproklamasikan Pasukan Polisi Republik Indonesia pada 21 Agustus 1945.
Langkah awal yang dilakukan usai Pasukan Polisi Republik Indonesia diproklamasikan yakni mengadakan pembersihan dan pelucutan senjata tentara Jepang yang kalah perang dan membangkitkan semangat moral dan patriotik seluruh rakyat maupun satuan-satuan bersenjata.
Kemudian pada 19 September 1945, Presiden Soekarno melantik R.S. Soekanto Tjokrodiatmodjo menjadi Kepala Kepolisian Negara (KKN).
Pada awalnya kepolisian berada dalam lingkungan Kementerian Dalam Negeri dengan nama Djawatan Kepolisian Negara yang hanya bertanggung jawab masalah administrasi. Sedangkan masalah operasional bertanggung jawab kepada Jaksa Agung.
Kemudian mulai 1 Juli 1946, Penetapan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1946 menetapkan Djawatan Kepolisian Negara bertanggung jawab langsung kepada Perdana Menteri. Tanggal 1 Juli kemudian diperingati sebagai Hari Bhayangkara setiap tahun hingga saat ini.
Editor : Trisna Eka Adhitya
Artikel Terkait