MOJOKERTO, iNewsMojokerto.id - Penanganan aksi premanisme menjadi salah satu fokus Universitas Bina Sehat (UBS) PPNI Mojokerto dalam mencegah terjadinya aksi radikalisme hingga terorisme di dalam kampus. Kuliah umum dengan menggandeng Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Republik Indonesia dan Komisi Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) Indonesia pun dilakukan untuk menambah wawasan civitas academika UBS PPNI demi terciptanya kondisi perkuliahan yang kondusif.
Kuliah umum dengan tema Premanisme Sebagai Kejahatan Sosial dan Musuh Bersama Masyarakat ini menggandeng dua narasubmber. Narasumber pertama yakni Direktur Deradikalisasi BNPT Brigjen Pol. R. Ahmad Nurwakhid, S.E., M.M, dan Sekjen Kontras Indonesia Andy Irfan Junaedi, S.H pada Kamis (27/6/2024) di Kampus UBS PPNI Mojokerto Jalan Raya Jabon, Mojoanyar, Mojokerto.
Direktur Deradikalisasi BNPT Brigjen Pol. R. Ahmad Nurwakhid, S.E., M.M mengungkapkan, premanisme adalah embrio dari terorisme yang merupakan kejahatan sosial.
"Ditangani menggunakan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, pidana umum ini, dan ini menjadi musuh masyarakat, musuh kita bersama," ungkapnya.
Untuk mencegah hal itu, masyarakat Indonesia perlu menjadi masyarakat yang moderat. Caranya adalah dengan berpatokan kebangsaan berdasarkan pada Pancasila dan UUD 1945.
Kemudian, masyarakat harus memiliki tingkat toleransi yang tinggi. Caranya adalah dengan menjadikan diri sendiri dan lingkungan sekitar menjadi inklusif.
"Mereka harus anti kekerasan, baik kekerasan fisik maupun verbal, yang keempat mereka harus akomodatif terhadap budaya dan kearifan lokal, nah premanisme masuk nggak disitu, anti budaya, anti tradisi kearifan lokal, bangsa kita ini orang yang bijak, bangsa kita itu orang berbudi pekerti luhur, nah gaya-gaya premanisme ini kan gaya-gaya yang tidak sesuai dengan kearifan lokal," tuturnya.
Oleh karena itu, ia pun berpesan kepada masyarakat, jika terdapat aksi premanisme sebaiknya tidak diselesaikan dengan aksi kekerasan. Karena Indonesia merupakan negara hukum, maka pihaknya mendorong agar masyarakat yang menemukan aksi premanisme agar dapat melaporkan ke pihak berwajib.
"Karena menggunakan jalur-jalur diluar hukum maka tindakannya laporkan kalau memang melanggar hukum, ya udah didorong polisi supaya tegas, aparat negara supaya nggak boleh kalah sama segala bentuk radikalisme maupun premanisme," pungkasnya.
Sementara itu, Sekjen Kontras Indonesia Andy Irfan Junaedi, S.H dalam paparannya mengungkapkan, hanya negara yang berhak melakukan kekerasan. Itupun harus ada kaitannya dengan masalah hukum.
"Pihak yang boleh melakukan tindak kekerasan itu hanya negara, tidak ada pihak lain yang diperbolehkan melakukan tindak kekerasan, kepolisian boleh melakukan tindak kekerasan pada kaitannya dengan penegakan hukum," katanya.
Mahasiswa UBS PPNI tampak antusias mengikuti jalannya kuliah umum. (Foto: Trisna Eka Adhitya)
Menurutnya, sebagai negara demokrasi, Indonesia memberikan ruang yang luas bagi siapapun masyarakat yang ingin berbicara. Hal ini lantaran Indonesia sangat menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM).
Selain itu, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara aturan hukum yang berlaku di sebuah negara perlu dipatuhi setiap warga negara.
"Dalam konteks hukum, kebenaran itu milik negara, kita punya lembaga hukum yang disana memberikan putusan-putusan soal orang yang memperdebatkan soal kebenaran," pungkasnya.
Editor : Trisna Eka Adhitya
Artikel Terkait