Jika Debitur Lalai Memenuhi Isi Perdamaian
Dalam proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), Debitur wajib mengajukan rencana perdamaian kepada para Krediturnya untuk kemudian dilakukan pemungutan suara terhadap rencana perdamaian sesuai dengan ketentuam Pasal 281 Undang-Undang No 37 Tahun 2004 (UU 37/2004) tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
Perdamaian menjadi sah dan mengikat setelah disahkan oleh Pengadilan dan terhadap pengesahan tersebut tidak diajukan kasasi atau diajukan kasasi namun ditolak. Setelah perdamaian disahkan dan telah berkekuatan hukum tetap maka Debitur wajib melaksanakan isi perdamaian tersebut.
Jika kemudian ternyata Debitur tidak melaksanakan isi perdamaian atau melaksanakan namun tidak sesuai denga nisi perdamaian (Debitur hanya melaksanakan pembayaran kepada beberapa Kreditur saja) atau dengan kata lain Debitur lalai, maka Kreditur yang tidak menerima pembayaran sesuai dengan jadwal pembayaran dalam perdamaian tersebut dapat mengajukan upaya hukum Pembatalan Perdamaian. Hal ini diatur dalam Pasal 291 jo. Pasal 170 dan Pasal 171 UU 37/2004.
Pasal 170 ayat (1) dan (2) UU 37/2004
1. Kreditor dapat dapat menuntut pembatalan suatu perdamaian yang telah disahkan apabila Debitor lalai memenuhi isi perdamaian tersebut.
2. Debitor wajib membuktikan bahwa perdamaian telah dipenuhi.
Dalam hal ini diajukan pembatalan perdamaian, Pengadilan Niaga kemudian memberikan kelonggaran kepada Debitur untuk memenuhi kewajibannya paling lama 30 hari setelah putusan pemberian kelonggaran itu diucapkan.
Pasal 171 UU 37/2004
“Tuntutan pembatalan perdamaian wajib diajukan dan ditetapkan dengan cara yang sama, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 11, Pasal 12 dan Pasal 13 untuk permohonan pernyataan pailit”
“Tuntutan pembatalan perdamaian wajib diajukan dan ditetapkan dengan cara yang sama, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 11, Pasal 12 dan Pasal 13 untuk permohonan pernyataan pailit”
Dengan demikian, jika Debitur lalai dalam melaksanakan isi perdamaian maka Debitur tidak otomatis menjadi pailit dan perdamaian batal, namun harus diajukan terlebih dahulu pembatalan perdamaian ke Pengadilan Niaga. Jika dalam pemeriksaan pembatalan perdamaian majelis hakim mengabulkannya, maka debitur dinyatakan pailit dengan segala akibat hukumnya, kemudian rencana perdamaian juga tidak bisa diajukan kembali. Ketentuan ini diatur secara tegas dalam Pasal 291 ayat (2) dan Pasal 292 UU 37/2004.
Pasal 291 ayat (2) UU 37/2004
“Dalam putusan Pengadilan yang membatalkan perdamaian, Debitor juga harus dinyatalan pailit”
Pasal 292 UU 37/2004
“Dalam suatu putusan pernyataan pailit yang diputuskan berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 285, Pasal 286 atau Pasal 291, tidak dapat ditawarkan suatu perdamaian”
Apabila Debitur dinyakan pailit maka Kreditur harus mengajukan kembali tagihan kepada Kurator untuk kemudian diverifikasi dan akan dimasukkan dalam daftar piutang. Hal ini diatur dalam Pasal 115 dan Pasal 117 UU 37/2004.
Pasal 115 UU 37/2004
1. Semua Kreditor wajib menyerahkan piutangnya masing-masing kepada Kurator disertai perhitungan atau keterangan tertulis lainnya yang menunjukkan sifat dan jumlah piutang, disertai dengan surat bukti atau salinannya dan suatu pernyataan ada atau tidaknya Kreditor mempunyai hak istimewa, hak gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, hak agunan atas kebendaan lainnya atau hak untuk menahan benda.
2. Atas penyerahan piutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kreditor berhak meminta suatu tanda terima dari Kurator.
Pasal 117 UU 37/2004
“Kurator wajib memasukkan piutang yang disetujuinya ke dalam suatu daftar piutang yang sementara diakui, sedangkan piutang yang dibantah termasuk alasannya dimasukkan ke dalam daftar tersendiri.”
Dalam rapat pencocokan piutang akan dibacakan daftar piutang yang diakui sementara dan yang dibantah. Lalu kreditur dapat membantah kebenaran piutang, adanya hak untuk didahulukan atau hak untuk menahan suatu benda.
Jika tidak kesepakatan dalam daftar piutang, Hakim Pengawas dapat menunda rapat dan menentukan rapat selanjutnya selama 8 hari sejak ditunda. Jika akhirnya Hakim Pengawas tidak dapat mendamaikan pihak-pihak yang berseleisih mengenai daftar piutang, maka para pihak dapat menyelesaikan melalui pengadilan atau yang sering disebut Renvoi Procedure.
Apabila daftar piutang telah final maka biasanya Kurator akan membuat daftar piutang tetap yang nanti akan digunakan sebagai dasar pembagian kepada kreditur.
Bisakah Debitur yang Lalai Dilaporkan ke Polisi?
Mengenai laporan ke polisi, pada prinsipnya masyarakat berhak untuk mengajukan laporan pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 24 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, yang menyatakan:
“Laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seorang karena hak atau kewajibannya berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana.”
Oleh karena itu polisi berwenang untuk menilai layak atau tidaknya laporan tersebut diterima atau tidak, hal ini tertuang pada Pasal 3 ayat (3) Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana, yang menyatakan:
“Pada SPKT/SPK yang menerima laporan/ pengaduan, ditempatkan Penyidik/ Penyidik Pembantu yang ditugasi untuk:
a. Menjamin kelancaran dan kecepatan pembuatan laporan polisi;
b. Melakukan kajian awal guna menilai layak/ tidaknya dibuatkan laporan polisi, dan
c. Memberikan pelayanan yang optimal bagi warga masyarakat yang melaporkan atau mengadu kepada Polri.”
Maka dari itu jika Kreditur membuat laporan ke polisi atau dugaan penipuan, maka kepolisian akan mengkaji apakah laporan tersebut layak atau tidak dibuatkan laporan polisi, mengingat perdamaian dalam PKPU adalah produk putusan pengadilan, sehingga jika hanya didasarkan semata-mata perdamaian yang tidak dijalankan oleh Debitur kemungkinan besar laporan tersebut akan ditolak.
Namun demikian jika memang ditemukan unsur pidana selain karena tidak dipenuhinya perdamaian, bisa saja laporan itu diterima, sehingga disini diperlukan kejelian dan kemampuan pelapor dalam merumuskan dasar laporan agar laporan bisa diterima.
Penulis : Oktavianto Prasongko, SH, M.Kn
Kantor Hukum Oktavianto & Associates
Jalan Patua Nomor 21-C, Kota Surabaya
Editor : Trisna Eka Adhitya
Artikel Terkait