"Nanti mungkin akan dikumpulkan di Jenewa, atau di Amsterdam atau di Rusia atau di mana. Pak Menkumham dan Menlu bersama saya ditugaskan untuk menyiapkan itu, sehingga nanti pesannya juga ada di luar negeri dan tim ini tidak main-main," ujarnya.
Khusus penyelesaian yudisial, lanjut Mahfud, Presiden Jokowi akan tetap memberi perhatian penuh dan meminta Kejaksaan Agung berkoordinasi dengan Komnas HAM. Sebab, penyelesaian yudisial penyelesaiannya adalah jalur sendiri, sedangkan penyelesaian non yudisial sifatnya lebih kemanusiaan.
"Yang PPHAM ini lebih memperhatikan korban, sedangkan yang yudisial itu mencari pelakunya. Jadi antara korban dan pelaku kita bedakan, yang pelaku ke pengadilan sejauh itu bisa dibuktikan tinggal buktinya seberapa banyak bisa kita kumpulkan," katanya.
Diberitakan sebelumnya, Presiden Jokowi mengakui bahwa peristiwa pelanggaran HAM berat terjadi di berbagai peristiwa yang terjadi sebelum dan sesudah tahun 2000. Hal tersebut disampaikan Jokowi usai menerima laporan dari tim penyelesaian non-yudisial pelanggaran HAM berat masa lalu yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden nomor 17 tahun 2022.
"Dengan pikiran yang jernih dan hati yang tulus, saya sebagai kepala negara republik Indonesia mengakui bahwa pelanggaran hak asasi manusia yang berat memang terjadi di berbagai peristiwa. Dan saya sangat menyesalkan terjadinya peristiwa hak asasi manusia yang berat," kata Jokowi dalam keterangannya yang disiarkan YouTube Sekretariat Presiden, Rabu (11/1/2023).
Peristiwa itu antara lain :
Editor : Trisna Eka Adhitya
Artikel Terkait