“Intervensinya harus tepat karena penyebabnya tentu berbeda-beda. Kalau penyebabnya keluarga miskin maka solusi di fokuskan dengan pemberian bantuan dari Pemkot melalui Dinsos P3A. Jika karena pola asuh maka Dinkes sinergi dengan TP PKK melakukan pendampingan. Dan jika karena pernikahan dini maka perlu sinergi dengan Kemenag, kita hadirkan untuk intervensi kasus tersebut," katanya.
Sementara itu, Kepala Dinkes P2KB Kota Mojokerto dr Triastutik Sri Prastini mengatakan berdasar data identifikasi yang terkumpul dari seluruh Puskesmas sebagian besar kasus stunting Kota Mojokerto berasal dari keluarga miskin.
"Jika ditarik kebelakang lagi, sebanyak 24 persen dari ibu dengan balita stunting, mereka hamil dengan risiko tinggi yang menikah pada usia dini. Dan 14 hingga 19 persennya, lahir dengan berat badan rendah yang beresiko stunting," jelasnya.
Trias menjelaskan, pencanangan zero stunting oleh Wali Kota Mojokerto diharapkan tidak ada temuan kasus baru lagi. Untuk mewujudkannya, butuh upaya sinergitas dari seluruh lintas sektor.
"Agenda kali ini yang melibatkan seluruh tim audit kasus stunting kita arahkan menuju kesana. Maksud dan tujuan agenda kali ini untuk mengidentifikasi faktor resikonya apa dan melakukan analisa pencegahan serta perbaikannya," tukasnya.
Editor : Trisna Eka Adhitya
Artikel Terkait