MOJOKERTO, iNewsMojokerto.id - Ide tentang Nusantara sejatinya adalah ide yang sudah mulai tumbuh sejak masa Prabu Kertanegara dari Kerajaan Singasari. Kehancuran Singasari melanjutkan estafet cita-cita ini ke Majapahit.
Masa awal berdirinya Majapahit adalah masa yang sulit. Prabu Wijaya pendiri Majapahit perlu melakukan serangkaian serangan dan strategi politik demi mendapatkan legitimasi wilayah kerajaan yang sah.
Dalam uraian Prof. Slamet Mulyana pada buku "Menuju Puncak Kejayaan, Sejarah Kerajaan Majapahit", awal berdirinya Majapahit tidak memungkinkan adanya kesempatan untuk mewujudkan apa itu Nusantara.
"Rentetan pemberontakan pada zaman pemerintahan raja Kertarajasa dan Jayanegara tidak mengizinkan adanya gagasan Nusantara. Bahkan, gagasan Nusantara yang telah bangkit sejak pemerintahan raja Kertanagara malah padam. Hal yang demikian itu dapat dipahami sepenuhnya," tulis Prof. Slamet Mulyana sebagaimana dikutip iNews.
Setelah masa-masa sulit penaklukan berbagai pemberontakan tersebut hingga pergantian kekuasaan Majapahit ke tangan Rani Tribhuwana Wijayatunggadewi, cita-cita nusantara muncul kembali.
Pemberontakan yang terakhir terjadi pada tahun 1241 saka atau tahun Masehi 1319. Pemberontakan atau disebut juga Peristiwa Kuti inilah yang menaikkan nama Gajah Mada ke permukaan.
Menurut Prof. Slamet Mulyana, tampaknya pada masa itu sudah mulai ada konsolidasi di kalangan anggota kerajaan. Khususnya terkait jalannya pemerintah.
Setelah pemberontakan tersebut, invasi Majapahit semakin meluas dengan cara menaklukkan sejumlah wilayah. Beberapa peristiwa politik juga terjadi, salah satu yang diketahui adalah peristiwa Tanca.
Ditarik sejak tahun 1241 saka tersebut, kesadaran bahwa Majapahit telah memiliki kekuatan yang besar dapat dikatakan muncul sejak penaklukan Sadeng dan Keta. Peristiwa itu terjadi 1331 Masehi atau 1253 saka.
Kemenangan atas Keta dan Sadeng memberikan kesadaran bahwa kekuatan Majapahit telah pulih dan memberikan ilham untuk kembali mewujudkan cita-cita Nusantara.
Sepulang dari Sadeng, Gajah Mada menjadi diangkat sebagai angabehi. Semua peserta perang Sadeng dinaikkan pangkatnya.
Dalam Serat Pararaton disebutkan bahwa pada tahun Saka 1256, terjadi gempa bumi di Pabanyu Pindah. Peristiwa besar setelah gempa tersebut adalah perubahan politik pemerintahan dengan adanya jabatan Patih Amangkubhumi.
Gajah Mada adalah sosok yang diberi kepercayaan untuk mengemban jabatan tersebut. Inilah titik balik Majapahit.
Menurut Prof. Slamet Mulyana, dengan jabatan ini Gajah Mada mempunyai kekuasaan untuk ikut menetapkan jalannya politik pemerintahan.
Setelah naik jabatan sebagai Patih Amangkubhumi itulah Gajah Mada mengucapkan sumpah yang terkenal, Sumpah Palapa.
"Jika telah berhasil menundukkan Nusantara, saya baru akan beristirahat. Jika Gurun, Seran, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik telah tunduk, saya baru akan beristirahat!" Dikutip dari buku "Menuju Puncak Kejayaan, Sejarah Kerajaan Majapahit".
Dalam penelusuran para ahli sejarah, sumpah ini kemungkinan diucapkan Gajah Mada pada tahun 1258 Saka atau 1336 M. Artinya, gagasan persatuan Nusantara ini kini sudah berusia 686 tahun.
Editor : Trisna Eka Adhitya
Artikel Terkait