MOJOKERTO, iNews.id - Setiap komunitas di Pulau Jawa umumnya memiliki tradisi sendiri untuk merayakan Malam 1 Suro. Masyarakat Trowulan pun memiliki cara memperingati kesakralan Malam 1 Suro sendiri.
Setiap tahun, acara peringatan malam 1 Suro digelar di Pendopo Agung Trowulan. Tempat ini pun dipilih berdasarkan fungsinya di masa lalu sebagai balai pertemuan para pembesar Majapahit.
Acara peringatan 1 Suro di Trowulan tidak jauh berbeda dengan peringatan 1 Suro di daerah lainnya. Namun, tentu saja, konten yang disajikan di sini memiliki kekhasan Jawa Timur.
Pada hari perayaan 1 Suro, kesenian-kesenian tradisi Jawa Timur seperti reog ponorogo, jaran kepang, pawai budaya, bantengan, hingga wayangan digelar di area Pendopo Agung Trowulan. Satu lagi yang menjadi khas adalah adanya sesi macapatan (melagukan tembang Jawa) yang didalamnya terdapat mantra weda.
Kepercayaan Masayarakat Trowulan akan Khasiat Mantra Weda
Menurut Widiyarti Rochmaningtiyas Caturputri dalam kajiannya "Mantra Weda Dalam Upacara Satu Suro Di Pendopo Agung Trowulan Jawa Timur", mantra weda biasanya dilantunkan oleh orang 'khusus'. Artinya, mantra ini tidak dilantunkan oleh sembarang orang.
Masyarakat Trowulan menyebut mantra weda seperti semacam obat. Masyarakat percaya bahwa mantra ini adalah doa mujarab yang dapat melindungi diri dari bahaya, penyakit, dan keburukan lain yang bersifat angkara murka.
Itulah yang mendasari mengapa mantra ini selalu dibacakan dalam upacara peringatan 1 Suro di Pendopo Agung. Mantra ini dianggap sesuai dengan kesakralan malam 1 Suro.
Mayoritas Masyarakat yang Membacakan Mantra Weda Beragama Islam
Mantra Weda telah menjadi bagian dalam rangkaian upacara Suro di Trowulan sejak tahun 80-an hingga sekarang. Pembacaan ini biasanya turut mengundang tokoh masyarakat dari berbagai kota.
Satu lagi yang menarik dari perayaan malam 1 Suro di wilayah Majapahit ini, mayoritas masyarakat yang melaksanakan peringatan adalah pemeluk agama Islam.
Editor : Trisna Eka Adhitya
Artikel Terkait