WASHINGTON, iNews.id - Rusia memperingatkan Amerika Serikat (AS) bersama blok barat terkait potensi konfrontasi militer secara langsung. Hal ini sebagai akibat tindakan negara AS dan Barat yang memasok senjata ke Ukraina.
Duta besar Rusia untuk AS, Anatoly Antonov mengatakan, sejak invasi Rusia ke Ukraina pada 24 Februari lalu, meski negara-negara Nato dan sekutu mereka menahan diri dari keterlibatan militer secara langsung dalam konflik, namun mereka tetap secara aktif mengirimkan persediaan senjata dan amunisi kepada Kiev.
"Dengan melakukan itu, negara-negara Barat terlibat langsung dalam peristiwa saat ini dan menghasut pertumpahan darah lebih lanjut," kata Antonov dalam sebuah wawancara dengan Newsweek.
Tindakan tersebut juga dinilai berbahaya dan provokatif. Antonov bahkan menyebut, suplay senjata yang sedang dalam perjalanan menjadi target militer yang sah untuk dihancurkan.
“Mereka dapat memimpin AS dan Federasi Rusia ke jalur konfrontasi militer langsung. Setiap pasokan senjata dan peralatan militer dari Barat, yang dilakukan oleh konvoi transportasi melalui wilayah Ukraina, adalah target militer yang sah untuk Angkatan Bersenjata kami," kata Dubes Antonov, yang dilansir Russia Today, Sabtu (9/4/2022).
Antonov juga mengatakan bahwa eksplorasi militer Ukraina oleh NATO dimulai jauh sebelum dimulainya operasi militer Rusia di negara tetangga.
"Ukraina dibanjiri persenjataan Barat sementara Presiden Volodymyr Zelensky mengumumkan rencana Kiev untuk memperoleh senjata nuklir," ujarnya.
Duta besar itu tampaknya merujuk pada pidato Zelensky pada Konferensi Keamanan Munich. Pada 19 Februari, lima hari sebelum peluncuran serangan Rusia, Zelensky mencatat bahwa pada tahun 1994, Ukraina menandatangani Memorandum Budapest dan menyerahkan senjata nuklirnya dengan imbalan jaminan keamanan.
Zelensky mengatakan bahwa Ukraina sekarang tidak memiliki senjata nuklir maupun jaminan keamanan. Dia lantas menyarankan bahwa janji Ukraina sebagai negara non-nuklir dapat dibatalkan jika negara itu diancam oleh Rusia.
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Ukraina, Dmitry Kuleba, mendesak negara-negara NATO untuk terus menyediakan senjata untuk Kiev selama invasi Rusia. Menurutnya, Ukraina perlu membela diri, dan dengan memberikan pasokan senjata ke Ukraina, blok NATO juga dapat semakin aman dari serangan Putin.
NATO secara konsisten menolak untuk mengabulkan permintaan Zelensky untuk membentuk zona larangan terbang di atas Ukraina, menjelaskan bahwa tindakan itu dapat menyebabkan konfrontasi terbuka antara blok tersebut dan Rusia. Antonov menyatakan bahwa kondisi Rusia untuk penyelesaian konflik tetap tidak berubah, yakni demiliterisasi dan de-Nazifikasi Ukraina, status netral dan status sebagai negara non-nuklir.
Moskow menyerang negara tetangga sejak 24 Februari, menyusul kegagalan Ukraina untuk mengimplementasikan ketentuan Perjanjian Minsk yang ditandatangani pada 2014. Kemudian Rusia mengakui dua wilayah di Donbass, Donetsk dan Luhansk sebaga negara merdeka. Perjanjian Minsk yang ditengahi Jerman dan Prancis dirancang untuk mengatur status wilayah DOnbass di dalam negara Ukraina.
Kiev menegaskan serangan Rusia benar-benar tidak beralasan dan membantah klaim bahwa pihaknya berencana untuk merebut kembali kedua wilayah Donbass dengan paksa.
Editor : Trisna Eka Adhitya