Diumumkan Prabowo, Ini Profil Singkat 10 Tokoh Bangsa Bergelar Pahlawan Nasional
Sewaktu revolusi nasional indonesia, ia memelopori pembentukan unit perbekalan tentara keamanan rakyat (TKR) di Padang Panjang serta menjamin seluruh perbekalan dan membantu pengadaan alat senjata mereka. Rahma lahir 26 Oktober 1900 dari pasangan Muhammad Yunus dan Rafia di Nagari Bukit Surungan, Padang Panjang, Hindia, Belanda dan meninggal 26 Februari 1969 (umur 68) di Padang Panjang, Sumatera Barat.
7. Sultan Muhammad Salahudin
Muhammad Salahuddin adalah seorang sultan bima XIV yang bertakhta dari 1915 sampai 1951. Dia dikenal sebagai sosok pemimpin yang tidak hanya berjuang di masa penjajahan, tetapi juga melampaui zamannya dengan pemikiran yang progresif, humanis, dan penuh keberanian moral.
Di masa penuh tekanan kolonial dan transisi menuju kemerdekaan, ia menjadikan kekuasaan bukan sebagai alat dominasi, tetapi sarana pengabdian bagi rakyat. Ia membuka akses pendidikan, memperkuat ekonomi lokal, serta menjaga semangat kebangsaan di wilayah timur Indonesia yang kala itu jarang mendapat perhatian nasional.
8. Syaikhona Muhammad Kholil
Syaikh Kholil lahir sekitar 25 Mei 1835 atau 9 Shafar 1252 Hijriah di Kemayoran, Bangkalan, Madura. Ayahnya adalah Kiai Haji Abdul Latif, putra Kiai Hamim bin Kiai Abdul Karim, keturunan dari Sayyid Sulaiman, cucu Sunan Gunung Jati. Sementara ibunya, Syarifah Khodijah juga berasal dari garis keturunan yang sama melalui Kiai Abdullah bin Ali Akbar bin Sayyid Sulaiman.
Syaikhona Kholil wafat pada 29 Ramadhan 1343 H atau 24 April 1925 M, dan dimakamkan di Desa Martajasah, Bangkalan.
9. Tuan Rondahaim Saragih
Tuan Rondahaim Saragih lahir pada tahun 1828 di wilayah Simalungun. Ia merupakan keturunan bangsawan Batak dan memimpin Kerajaan Raya Simalungun sebagai raja ke-14 pada abad ke-19. Gelar kehormatannya, “Namabajan”, mencerminkan perannya sebagai pemimpin diplomatik dan tokoh adat yang disegani.
Rondahaim Saragih lahir 17 Februari 1929 Batavia, Hindia Belanda dan meninggal dunia pada 6 Juni 2021 (umur 92) di Jakarta.
Editor : Zainul Arifin