MALANG, iNewsMojokerto.id - Rasa tak percaya masih terbersit di wajah Mufid. Warga Jalan Sadewo, Kelurahan Polehan, Blimbing, Kota Malang itu terpaksa harus kehilangan anak gadisnya, Lutfia (20) dalam tragedi Kanjuruhan.
Mufid sangat terpukul atas kepergian anak gadis yang baru pertama kali nonton Arema di Stadion Kanjuruhan secara tiba-tiba itu. Ia terus menangis sambil memegang foto sang anak yang menjadi salah satu dari 125 korban tewas dalam tragedi usai laga Arema FC vs Persebaya, Sabtu (1/10/2022) itu.
"Anak saya boncengan sama temannya perempuan, dia juga meninggal. Dua-duanya sama meninggal dunia," ucap Mufid, Senin (3/10/2022) malam.
Mufid bercerita, sebelum berangkat menonton laga itu, sang istri sudah melarang Lutfia untuk berangkat. Sebab perempuan lima bersaudara ini biasanya akan membantu ibunya berjualan di pasar, meski Luftia telah memiliki pekerjaan sendiri yang dilakoninya selama dua bulan ini.
"Sempat pamitan sama ibunya Sabtu malam habis maghrib. Dia mohon-mohon ke ibunya kali ini saja nonton, habis itu nggak nonton lagi janjinya, sempat minta uang juga untuk beli tiket pertandingan," ucapnya.
Saat mendapat kabar dari sang istri bahwa Lutfia pada Minggu (2/10/2022) pukul 11.00 WIB ia langsung jatuh pingsan di tempatnya bekerja sebagai tukang bangunan di Surabaya. Mufid baru sadar setibanya di rumahnya dan tampak terkejut mendengar kabar itu.
"Kerja tukang bangunan di atas tahu-tahunya di bawah nggak sadar, pingsan nggak sadar, sampai rumah posisi pingsan, baru sadar ketika di rumah," katanya.
Menurutnya, Luftia merupakan anak yang baik. Namun waktu itu, Luftia meminta untuk sementara tidak membantu ibu demi menonton tim kesayangannya Arema FC berlaga.
"Baik anaknya, nggak pernah bantah orang tua, sekolah juga nggak pernah bolos, selalu bantuin ibunya jualan di pasar. Kemarin itu nyuruh jangan jualan dulu, mau lihat Arema, penurut anaknya," katanya.
Siapa sangka, permohonan itu ternyata menjadi percakapan terakhir sebelum Lutfia pergi untuk selama-lamanya. Mufid pun mengecam aksi aparat keamanan yang menyemprotkan gas air mata ke arah penonton hingga membuat penonton tidak aman menonton pertandingan.
"Anak saya dari sini berangkat sehat senang, pulang tinggal nama, sudah beli karcis, sudah betul-betul resmi, kalau ilegal nggak beli tiket ya wajar. Seharusnya aparat punya tanggung jawab penuh sama suporter yang sudah punya tiket," tuturnya.
Ia juga mengaku tidak terima atas kehilangan putri kesayangannya. Ia ingin agar kasus ini diusut tuntas dan pelaku dapat diadili dengan seadil-adilnya.
"Anak saya beli tiket, nggak suporter ilegal, dia itu legal, suporter seharusnya kalau punya tiket bisa nonton dengan aman. Fungsinya tiket itu mau nonton aman, dia suporter legal, saya nggak terima. Saya nggak terima dengan minta maaf, saya tetap nggak terima," katanya.
Lutfia sendiri dapat ditemukan setelah salah satu teman kakak Lutfia, yang juga berangkat ke Stadion Kanjuruhan, Malang mencari keberadaannya di rumah. Namun karena tak juga pulang hingga Minggu pagi, temannya itu lantas mengajak kakak Lutfia mencari keberadaannya.
"Jadi waktu itu anak pertama saya mau takziah ke tempat teman, dicari nggak ketemu. Nanya temannya, adik saya nggak pulang juga, akhirnya balik nyari anak saya. Tahu info dari teman anak di RSUD Kanjuruhan, Minggu paginya," tuturnya.
Saat ditemukan Lutfia disebut ayahnya dalam kondisi mengalami luka lebam di pelipis kanan, hidung keluar darah mimisan, pantat ditemukan lebam dan darah kotor. Tak ada penjelasan detail dari pihak tim medis, pihak keluarga hanya diberi surat keterangan meninggal dunia tanpa ada penyebab apapun.
"Memang ada surat, surat itu dari RSUD. Tidak ada keterangan lebih jelas hanya nama dan meninggal," katanya.
Artikel ini telah tayang di jatim.inews.id dengan judul " Kisah Sedih Gadis Lutfia, Baru Pertama Kali Nonton Arema lalu Pulang Tinggal Nama "
Editor : Trisna Eka Adhitya