get app
inews
Aa Text
Read Next : Melihat Penemuan Pagar Sepanjang 150 Meter di Situs Bhree Kahuripan

Perang Bubat dalam Pararaton, Antara Upeti dan Perkawinan Resmi

Kamis, 08 September 2022 | 13:54 WIB
header img
Ilustrasi perang Sunda Bubat. (Foto: Wikipedia)

MOJOKERTO, iNewsMojokerto.id - Perang Bubat yang terjadi antara kerajaan Majapahit dan Sunda adalah salah satu peristiwa historis yang mengandung banyak pembelajaran. Oleh karena itu, mengetahui kisah Perang Bubat akan selalu penting hingga kapan pun juga.

Salah satu sumber pemberitaan Perang Bubat adalah Serat Pararaton. Serat Pararaton adalah kitab yang berisi kisah raja-raja Singasari hingga Majapahit.

Menurut pemaparan Aminudin Kasdi dalam makalahnya "Peran Majapahit di Nusantara" Pararaton bisa disebut sebagai salah satu sumber utama informasi mengenai Perang Sunda-Bubat. Meski sebagian kitab ini dianggap fakta historis, Serat Pararaton memuat informasi yang cukup penting terkait peristiwa perang besar Majapahit dan kerajaan Sunda ini. 

Dikisahkan dalam Pararaton bahwa Sang Prabu Hayam Wuruk mengingini puteri Sunda, Dyah Pitaloka Citraresmi. Patih Madu diutus mengundang orang Sunda untuk pertalian keluarga dan politik ini. 

Pihak Sunda semula tidak berkeberatan mengadakan pertalian perkawinan dengan Majapahit. Meski agak berat terkait lokasi berlangsungnya upacara pernikahan yaitu di Majapahit, rombongan Raja Sunda, Prabu Linggabuana pun berangkat ke Majapahit.

Rombongan keraajaan Sunda ini diterima dan ditempatkan di Pesanggrahan Bubat. Dekat dengan wilayah istana utama Majapahit.

Namun ada perbedaan persepsi. Sang Prabu Linggabuana tidak datang untuk menyerahkan puterinya. Ia datang untuk upacara pernikahan resmi.

Namun, Patih Gajah Mada tidak menghendaki bila hubungan ini dibangun dalam bentuk perkawinan resmi. Pihak Majapahit menghendaki Putri Sunda diaturkan atau dipersembahkan selayaknya upeti dari kerajaan bawahan. 

Pihak Sunda pun tidak setuju. Gajahmada melaporkan sikap kerajaan Sunda ini. Bhre Parameswara di Wengker menyatakan kesanggupannya untuk menangani masalah ini.

"Jangan khawatir kakak, sayalah yang akan melawan berperang," begitulah yang disampaikan Bhre Parameswara.

Pihak Sunda pun sudah bertekad hati bila Majapahit bersikeras meminta sang putri sebagai upeti, kerajaan siap berperang. Inilah akhirnya pecah perang Sunda-Bubat.

Orang Majapahit bersiap dan mengepung pihak Sunda yang berada dalam wilayah mereka. Perang pun tak terbendung.

Pasukan Bre Parameswara juga berangkat menuju Bubat. Ia tidak tahu bahwa orang-orang Sunda masih banyak yang tersisa, bangsawan-bangsawan mereka yang terkemuka pun langsung menyerang.

Pasukan Sunda mendesak ke selatan sehingga pasukan Majapahit berantakan. Adapun yang mengadakan perlawanan dan melakukan pembalasan dari Majapahit ialah Arya Sentong, Patih Gowi, Patih Margalewih, Patih Teteg, dan Jaranbaya.

Mereka berperang dengan naik kuda dan balik terdesaklah orang Sunda. Mereka membidik Gajah Mada. Namun pasukan Sunda yang tiba di muka kereta, mati, seperti lautan, darah seperti gunung bongka dan hancurlah orang-orang Sunda, tak ada yang ketinggalan.

Putri Sunda yang hendak dinikahi Prabu Hayam Wuruk juga ikut tewas dalam peristiwa berdarah ini.  Sebuah sumber menyatakan bahwa sang putri nekat mengakhiri hidupnya sendiri setelah menemukan ayahanda dan rombongan kerajaannya habis dibantai orang Majapahit.

Editor : Trisna Eka Adhitya

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut