MOJOKERTO, iNewsMojokerto.id - Motto atau semboyan Republik Indonesia diambil dari sebuah karya besar Majapahit. Ialah Kitab Sutasoma yang ditulis oleh Mpu Tantular pada abad ke-14.
Kitab Sutasoma adalah salah satu kitab yang ditulis di masa puncak kejayaan Majapahit. Kitab ini ditulis pada masa kepimpinan raja terbesar Majapahit, Prabu Hayam Wuruk.
Semboyan persatuan Indonesia ini diambil dari salah satu bait dalam Kitab Sutasoma yang berbentuk puisi atau disebut juga kakawin. Kakawin ini ditulis dengan indah dalam bahasa Jawa Kuno dan menjadi salah satu karya sastra terbesar milik Indonesia.
Kata 'bhinnêka' berasal dari dua kata yang mengalami sandi penyatuan. Kata 'bhinna' yang berarti 'terpisah, berbeda' dan kata 'ika' yang berarti 'itu'.
Kemudian kata tunggal dalam bahasa Jawa Kuno berarti 'satu'. Dengan demikian, secara harfiah, Bhinneka Tunggal Ika dapat diartikan "Itu berbeda, itu satu".
Dari sanalah kemudian dimaknai semboyan Bhinneka Tunggal Ika menjadi "berbeda-beda tetapi tetap satu." Sebuah semboyan yang menandai makna mendalam persatuan.
Kisah Sang Pangeran yang Taat Beribadah
Kakawin Sutasoma pun adalah kakawin besar di mana isinya mengajarkan persatuan dan toleransi antara umat Hindhu Siwa dan Buddha di zaman Majapahit. Kakawin ini dibalut dalam sebuah kisah epic yang menceritakan seorang pangeran bernama Sutasoma.
Sutasoma adalah putra Raja Hastinapura, Prabu Mahaketu. Ia adalah seorang pangeran yang rajin beribadah dan cinta akan agama Buddha.
Kecintaannya pada laku ibadah membuat Sutasoma merasa enggan dinikahkan dan dinobatkan menjadi raja. Oleh karena itu, suatu malam ia melarikan diri dari negara Hastina.
Dalam perjalanan pelarian itulah Sutasoma menemui berbagai hal yang menambah wawasan dan pengetahuannya. Termasuk dalam memahami hakikat perbedaan Siwa dan Buddha.
Semboyan yang Menandai Hakikat Perbedaan
Kalimat Bhinneka Tunggal Ika diambil langsung sebagai kutipan dari salah satu bait kakawin Sutasoma. Tepatnya berasal dari pupuh 139, bait 5.
Berikut adalah bunyi bait yang memuat frasa Bhinneka Tunggal Ika:
Rwāneka dhātu winuwus Buddha Wiswa
Bhinnêki rakwa ring apan kena parwanosen
Mangka ng Jinatwa kalawan Śiwatatwa tunggal
Bhinnêka tunggal ika tan hana dharma mangrwa
(Kakawin Sutasoma pupuh 139, bait 5)
Artinya:
Konon Buddha dan Siwa merupakan dua zat yang berbeda.
Mereka memang berbeda, tetapi bagaimanakah bisa dikenali?
Sebab kebenaran Jina (Buddha) dan Siwa adalah tunggal
Berbeda-beda manunggal menjadi satu, tidak ada kebenaran yang mendua.
Dalam bait tersebut Bhinneka Tunggal Ika menandai hakikat perbedaan. Yaitu meski berbeda-beda tetap menjadi satu sebab tidak ada kebenaran yang mendua.
Editor : Trisna Eka Adhitya