MOJOKERTO, iNews.id - Majapahit adalah sebuah kerajaan di bawah kekuasaan tunggal. Meski demikian, kerajaan Majapahit berjalan dengan sistem demokrasi.
Demokrasi yang ada di Majapahit sangat baik diketahui di momen menjelang hari kemerdekaan Indonesia. Relasi antara pemimpin dan rakyat yang baik di Majpaahit bisa menjadi contoh kerukunan dalam sistem pemerintahan yang baik.
Dilansir Tim iNews dari salah satu artikel tulisan Mimi Savitri dalam buku "Sandhyakala ning Majapahit Pembelajaran dari Pasang Surut Kerajaan Majapahit", ada cukup banyak bukti adanya bentuk demokrasi di Majapahit. Salah satu yang menarik dibahas adalah peristiwa musyawarah yang diselenggarakan oleh penduduk.
Musyawarah desa itu biasanya dilakukan untuk menuntut hak mereka kepada pemerinah setempat. Itu menunjukkan bahwa mekanisme jalannya pemerintahan masa Majapahit tidak hanya dari atas ke bawah saja, tetapi juga dari bawah ke atas
Musyawarah biasanya dilakukan di antara para penduduk dan tetua desa terlebih dahulu. Apabila masalah yang dihadapi tidak dapat diselesaikan di tingkat desa, penduduk akan mengajukan masalah ke tingkat kerajaan.
Di sana akan tampak peran raja beserta pejabat yang dianggap kompeten dalam bidangnya, misalnya pejabat kehakiman, atau dewan pertimbangan kerajaan yang disebut dengan Bhatara Sapta Prabhu. Demokrasi Majapahit salah satunya bisa ditemukan pada Prasasti Himad
Menurut berita yang dicatat dalam prasasti Himad, diketahui ada sengketa antarpenduduk dua desa. Para rãma desa Walandit bermusyawarah terlebih dahulu sebelum mengajukan tuntutan kepada masyarakat desa Himad.
Musyawarah itu dilakukan untuk merumuskan hal-hal apa saja terkait dengan tuntutan. Masalah ini berhubungan dengan para dapur Himad, terkait dengan status sīma atau swatantra desa mereka.
Pada tahap berikutnya, para dapur Himad melakukan musyawarah sebelum memberikan keterangan terkait keberadaan Sang Hyang Dharmma Kabuyutan yang dipermasalahkan para rãma Walandit. Hasil awalnya menyatakan bahwa kundi thãni yang ditempatkan di Walandit berasal dari Himad.
Termasuk soal siapa yang memberi tahu para rãma Walandit tentang kerusakan yang ada pada Sang Hyang Dharmma Kabuyutan. Pihak yang melakukannya adalah para dapur Himad.
Keputusan terhadap masalah yang menjadi sengketa masyarakat dua desa selanjutnya dibawa ke para pejabat kehakiman kerajaan Majapahit. Mereka adalah Samget i jamba, Samget i pamwatan, Pu andawan, Rakryan apatih mpu mada, dan Sang aryya rajadhikara.
"Para pejabat kehakiman itu selanjutnya menetapkan keputusan setelah mendengarkan keterangan para saksi, mempelajari kasus-kasus yang pernah terjadi sebelumnya serta kitab-kita hukum, berpegang teguh pada kita Kutaramanawadi, serta mengikuti kebiasaan sang pendeta dalam memutuskan suatu perkara," tulis Savitri mengutip keterangan Nastiti (1985:564).
Begitulah alur demokrasi para penduduk Majapahit. Bahkan di tingkat bawah, hukum pemerintahan dijalankan dengan taat dan harmonis.
Sengketa tanah pun bisa ditemukan solusinya dengan jalan adil, tanpa menimbulkan konflik berkepanjangan di masyarakat. Tentunya dengan perpanjangan tangan raja lewat para pejabat kerajaan yang berlaku adil.
Editor : Trisna Eka Adhitya