JOMBANG, InewsMojokerto.id - Salah satu pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Darul Ulum Jombang, KH Zainul Ibad Wijaya As'ad atau Gus Ulib menyoroti kekacauan penyelenggaraan haji 2025. Ia menilai lemahnya diplomasi Indonesia dengan Arab Saudi menjadi penyebab utama berbagai persoalan yang terus berulang setiap musim haji.
“Setiap tahun pelayanan haji selalu ada masalah, mulai soal tenda, transportasi, dan juga akomodasi. Permasalahannya itu-itu saja,” kata Ulib dalam keterangan yang diterima InewsMojokerto.id, Sabtu (7/6/2025).
Dikatakan dia, ketimpangan terlihat jelas dalam penempatan tenda jemaah haji Indonesia yang sering ditempatkan jauh dari Minah, dibanding negara lain seperti Malaysia dan Brunei, padahal Indonesia mengirim jemaah paling banyak.
“Itu tidak masuk akal. Harusnya kita punya nilai tawar lebih,” kata kiai yang tinggal di kompleks Ponpes Darul Ulum Jombang tersebut.
Gus Ulib juga menyoroti penghentian haji visa prioritas atau Furodah yang dilakukan kerajaan Arab Saudi. Ia menilai kebijakan ini tidak hanya pada praktik penjualan visa dengan harga mahal di Indonesia, tapi lebih jauh lagi dibalik ini ada kepentingan soal ekonomi Arab Saudi.
"Bukan hanya pada regulasi, tapi juga menyangkut kepentingan ekonomi Arab Saudi, terutama dalam konteks proyek ambisius mereka jelang Vision 2030, yang membutuhkan banyak pendanaan. Arab Saudi semakin materialistis. Semua aspek dilihat dari sisi bisnis,” katanya.
Meski Indonesia terus berupaya untuk memperbaiki layanan haji, namun kewenangan Indonesia tetap terbatas, hanya sampai jemaah berada di dalam negeri. Gus Ulib menegaskan ketergantungan total Indonesia terhadap regulasi Arab Saudi, membuat pemerintah Indonesia seolah tidak punya posisi tawar yang kuat.
“Kita tidak bisa menjadi penyelenggara haji yang independen. Semua kebijakan harus selinier dengan ketentuan Arab Saudi,” ujar putra kedua dari 8 bersaudara pasangan almarhum kiai As’ad Umar dengan Hj Azzah.
Gus Ulib menegaskan Indonesia perlu memperkuat diplomasi dan berani bersikap tegas terhadap kebijakan yang merugikan jemaah. Semua pihak diharapkan untuk memikirkan langkah konkret agar Indonesia bisa dihormati dalam kerja sama haji.
“Kita harus berani sekali-kali mengatakan tidak. Diplomasi kita masih terlihat miring dan tidak berimbang. Yang dibutuhkan adalah ketegasan dari presiden kita. Kalau hanya menteri, tidak ada pengaruhnya di mata Arab Saudi,” pungkasnya.
Editor : Arif Ardliyanto
Artikel Terkait
