SURABAYA, iNewsMojokerto.id - Pemerintah Provinsi (Pemprov) bersama DPRD Jawa Timur (Jatim) menyetujui Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Provinsi Jatim Nomor 2 Tahun 2019 tentang Penanaman Modal. Persetujuan raperda ini ditandai dengan penandatanganan Berita Acara Persetujuan Bersama oleh Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa, Ketua DPRD Jatim Kusnadi, Wakil Ketua DPRD Jatim Anik Maslachah, Wakil Ketua DPRD Jatim Achmad Iskandar di Gedung DPRD Jatim, Kamis (30/11/2023).
Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa optimistis, dengan disetujuinya raperda ini, iklim investasi di Jatim akan semakin meningkat ke depannya. Raperda ini juga dapat mempertahankan tren positif investasi yang terus terjaga dan mengakselerasi penyelenggaraan penanaman modal melalui jaminan iklim investasi yang kondusif.
Hal ini sejalan dengan tujuan penyusunan raperda ini, yaitu untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan penguatan daya saing daerah, penciptaan lapangan kerja dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
“Selain itu, Raperda ini juga bertujuan sebagai percepatan realisasi penanaman modal dan penciptaan iklim usaha yang kondusif, dengan peningkatan kualitas dan pemberian kemudahan pelayanan perizinan dan non perizinan dalam penyelenggaraan penanaman modal,” katanya.
Tujuan tersebut, juga sesuai dengan beberapa perubahan peraturan perundang-undangan terkait penanaman modal di antaranya UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 2 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja, dimana mengubah 13 jenis UU termasuk di dalamnya perubahan atas UU Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
Sebagai informasi, pembahasan Raperda Perubahan ini diawali pada saat penyampaian Nota Penjelasan Gubernur Jatim dalam Rapat Paripurna pada 1 Agustus 2022 lalu. Pembahasannya melalui proses dua kali Propemperda, pada tahun 2022 dan 2023. Khofifah menambahkan, raperda perubahan ini juga mengacu pada data dari Pokja 4 Kemenko Perekonomian.
Dimana perizinan menjadi faktor utama yang menghambat penanam modal di Indonesia. Tercatat, dari 190 masalah investasi yang ditangani, faktor terbesar adalah perizinan sebesar 32,6 persen. Yang kedua adalah pengadaan lahan sebesar 17,3 persen kemudian masalah regulasi dan kebijakan sebesar 15,2 persen. "Oleh sebab itu, simplifikasi regulasi di bidang penanaman modal, patut mendapatkan perhatian kita bersama," tegas Khofifah.
Perubahan terhadap Perda Nomor 2 Tahun 2019 secara legal formal juga bertujuan untuk mencegah adanya stagnasi dalam penyelenggaraan pemerintahan bidang penanaman modal. Selain itu untuk pemberian jaminan perlindungan hukum dan kepastian hukum bagi penanam modal sehingga merasa aman untuk melakukan investasi di Jatim.
“Pembentukan regulasi penanaman modal diarahkan untuk mewujudkan regulasi yang pro terhadap investasi dan perizinan, penguatan dan akselerasi serta pemerataan pelaksanaan penanaman modal di daerah,” tegasnya.
Di sisi lain, investasi di Jatim mengalami kenaikan. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) RI mencatat realisasi investasi di Jatim mencapai Rp110,3 triliun pada tahun 2022. Realisasi ini meningkat 38,8 persen dari tahun 2021, serta lebih tinggi dari pertumbuhan investasi nasional yang tumbuh sebesar 34 persen. Realisasi investasi ini terdiri atas investasi dari Penanaman Modal Asing (PMA) sebesar Rp44,9 triliun atau meningkat sebesar 66,7 persen dari tahun 2021. Sementara Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sebesar Rp65,4 triliun atau meningkat sebesar 24,5 persen.
Editor : Trisna Eka Adhitya
Artikel Terkait