Menerima Lamaran Tapi Menikah dengan Orang Lain, Di Zaman Majapahit Ada Hukumannya

Nanda Alifya Rahmah
ilustrasi pemberian tukon dalam aturan Majapahit. (Foto: Reuters).

MOJOKERTO, iNewsMojokerto.id - Salah satu hukum yang unik di Kerajaan Mahapahit berkaitan dengan aturan lamaran adalah adanya hukuman bagi gadis yang menikah dengan pria lain yang bukan pelamarnya. Kasus seperti ini jamak ditemukan di kehidupan sekarang.

Namun, di zaman Majapahit peristiwa ini tidak bisa terjadi dan dilupakan begitu saja. Ada hukuman tegas yang diberlakukan untuk kasus semacam ini.

Tradisi melamar ternyata sudah ada sejak zaman Majapahit. Bahkan, uniknya aturan atau etika dalam melamar seorang gadis pun diatur dalam kitab hukum kerajaan.

Melamar gadis di zaman Majapahit tampaknya diberi perhatian khusus oleh kerajaan. Aturan ini menunjukkan bahwa melamar tidak bisa dilakukan dengan sembarangan.

Hukum di zaman Majapahit sangat bersesuaian dengan kehidupan masyarakat. Mulai dari tindak kriminal hingga yang bersifat tradisi etik pun tidak luput diperhatikan.

Semua itu diatur dalam kitab undang-undang resmi kerajaan yang disebut dengan Kitab Kutara Manawa. Itu adalah kitab hukum yang disarikan dari ajaran agama yang diyakini masyarakat Majapahit.

Hukum Menikah dengan Orang Lain Setelah Lamaran

Dalam kitab Kutara Manawa ada istilah "tukon" atau mahar yang digunakan untuk mengikat seorang gadis sebelum dinikahi. Tukon ini biasanya berupa barang berharga yang diberikan oleh pihak laki-laki kepada pihak perempuan.

Pemberian ini ditentukan berdasarkan kesepakatan kedua pihak. Meski demikian, ada aturan tertentu yang membatasi keabsahan sebuah pinangan. 

Baik pihak laki-laki maupun perempuan harus mematuhi dan menghormati hal ini sebagai perjanjian di atas kejujuran. Seorang gadis yang telah dilamar dan menerima mahar sudah semestinya menikah dengan laki-laki yang mengikatkan tukon tersebut.

Dalam Kutara Manawa disebutkan, jika seorang gadis rela menerima barang yang dimaksud sebagai tukon atau mahar, kemudian kawin dengan laki-laki lain, karena menaruh cinta kepada laki-laki lain, sedangkan orang tua gadis itu tinggal diam, bahkan malah mengawinkannya, perbuatan itu disebut mengawinkan gadis larangan.

Dalam kasus seperti itu,  segala tukon pelamar pertama harus dikembalikan lipat dua. Orang tua si gadis pun dikenakan denda empat laksa oleh raja yang berkuasa. 

Itu adalah aturan untuk "amadal tukon" atau membatalkan tukon. Suami-isteri yang menikah dengan cara ini pun masih harus menanggung denda sebanyak empat laksa oleh raja yang berkuasa.

Saat itu, denda yang diberlakukan tersebut terhitung cukup besar. Apalagi jika besaran mahar yang diberikan oleh pelamar pertama adalah tukon yang tinggi seperti emas.

Hukuman seperti ini tentu menarik jika diberlakukan di zaman sekarang. Undang-undang tersebut mungkin menjaga pasangan untuk bersetia dan jujur terhadap janji yang sudah dibuatnya.

Editor : Trisna Eka Adhitya

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network