Melihat Meriahnya Pesta Srada, Pesta Peringatan Kematian Zaman Prabu Hayam Wuruk

Nanda Alifya Rahmah
Ilustrasi kerajaan Majapahit. (Foto: Istimewa)

MOJOKERTO, iNewsMojokerto.id - Kakawin Nagarakretagama yang ditulis Mpu Prapanca menyebut gelaran "Pesta Srada" terjadi di masa Prabu Hayam Wuruk. Seperti apa dan bagaimanakah pesta srada? 

Dalam kakawin yang diperkirakan ditulis pada 1365 ini, terdapat beberapa uraian yang dapat memberi ilustrasi betapa meriah dan besarnya pesta srada. Namun pesta ini bukanlah pesta biasa. 

Pesta srada Majapahit adalah sebuah perayaan keagamaan yang digelar untuk memperingati wafatnya Sri Rajapatni alias Gayatri, salah satu istri Prabu Wijaya. 

Pesta Srada digelar pada tahun Saka 1284 bulan Badra. Prabu Hayam Wuruk memimpin langsung pesta ini atas perintah Rani Tribuwanawijayattunggadewi, ibu beliau.

Prof. Slamet Mulyana menguraikan dalam bukunya, "Menuju Puncak Kejayaan, Sejarah Kerajaan Majapahit", terkait bagaimana seluruh lapisan masyarakat menyambut gelaran ini dengan suka cita.

Para menteri dan punggawa turut menyumbang untuk pelaksanaan pesta srada. Sangat meriah perayaan ini karena berbagai suguhan dan hadiah yang dihaturkan mereka.

Kursi singgasana Baginda pun dihias. Diuraikan mengenai kedatangan para ahli lukis untuk mewarnai tempat duduk Baginda.

Ruangan-ruangan di dalam istana pun tak luput dihias. Balai witana sebagai ruangan utama  di manguntur menjadi perhatian utama. Bagian baratnya terhias dengan janur merumbai sebagai tempat duduk para raja.

Bagian utara dan timur ditata sebagai tempat duduk para menteri, istri menteri,  para pujangga dan pendeta. Bagian selatan ditata sebagai tempat duduk para abdi dalem keraton. Baginda Prabu Hayam Wuruk menempati duduk di balai witana bagian tengah manguntur. 

Rangkaian prosesi upacara srada

Upacara dimulai pada hari pertama dengan pemujaan Budha dipimpin oleh seorang pendeta Stapaka dan dibantu oleh empu dari Paruh. Para pendeta lainnya berdiri dalam lingkaran untuk menyaksikan pemujaan Budha oleh Prabu Hayam Wuruk.

Setelah pembacaan mudra, mantra, dan segala japa dilakukan, dilanjutkan dengan doa untuk memanggil jiwa Rajapatni dari Budaloka yang ditampung dalam arca bunga. Pada malam harinya, dilakukan pemujaan terhadap arca bunga yang telah berisi jiwa Sri Rajapatni tersebut. 

Pada hari kedua, arca bunga dibawa keluar dan disambut dengan bunyi tambur dan genderang. Arca bunga itu lalu didudukkan di atas singgasana setinggi orang berdiri.

Pemujaan kembali dilakukan dipimpin oleh pendeta Budha. Di belakang barisan pendeta, berjalan para raja dan permaisurinya keluarga istana. Mereka mendekati arca dan memberikan sembah.

Setelah rombongan bangsawan istana, berjalan rombongan para patih Majapahit dipimpin oleh Patih Amangkubhumi Gajah Mada. Kemudian bergantian barisan para bupati, tumenggung, dan para raja dari seberang lautan.

Acara dilanjutkan dengan pemberian persembahan atau hadiah. Para raja membawa berbagai hadiah untuk dihaturkan di depan semua tamu undangan.

Prabu Hayam Wuruk sendiri juga memberikan hadiah persembahannya. Beliau memberikan gunung Mandara yang digerakkan oleh para dewa dan raksasa, dikelilingi kolam berisi ikan lambora yang sedang mabuk.

Hari berikutnya diisi dengan persembahan sajian makanan dan hiburan berupa tarian dan aneka pertunjukan. Sajian itu dibagi di antara para istri menteri, pendeta, brahmana, kesatria, dan bangsawan dari keluarga raja hingga bala tentara. 

Pada hari yang keenam, prabu Hayam Wuruk mendapat giliran untuk mempersembahkan sajian. Sajian Prabu Hayam Wuruk sangat besarnya menyerupai perahu layar.

Lalu pada hari ketujuh, Patih GajahMada datang dengan persembahan berupa arca wanita sedih, di bawah gubahan bunga nagapuspa yang dililit rajasa. Inilah hari terakhir perayaan srada.

Acara hari ketujuh ditutup waktu malam dengan taburan uang dan pembagian pakaian dan makanan, merata kepada empat kasta. Perayaan ini menjadi perayaan terbesar yang pernah dibuat.

Pada hari yang kedelapan, para pendeta Budha berkumpul  dan menyanyikan lagu pujaan yang diciptakan khusus untuk Gayatri Rajapatni. Arca bunga pun diturunkan dari singgasana dengan upacara.

Editor : Trisna Eka Adhitya

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network