Divonis Mati, Terdakwa Pembunuhan Satu Keluarga di Kediri Sumbangkan Organ Tubuh
KEDIRI, iNewsMojokerto.id – Yusa Cahyo Utomo, terdakwa kasus pembunuhan satu keluarga di Desa Pandatoyo, Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri, divonis mati oleh majelis Hakim Pengadilan Negeri Kabupaten Kediri.
Terdakwa Yusa pun menyampaikan permintaan maaf kepada keluarga, terutama keponakannya. Ia bahkan akan menyumbangkan organ tubuhnya sebagai bentuk pertanggungjawaban moral.
“Saya hanya ingin minta maaf dan semoga ke depan saya bisa sedikit menebus kesalahan ini dengan menyumbangkan organ saya,” ujar Yusa singkat kepada awak media setelah mendengar vonis hukuman mati dalam sidang putusan yang berlangsung pada, Rabu (13/8/2025).
Yusa ditangkap polisi setelah menghabisi nyawa satu keluarga yang merupakan pasangan guru di Desa Pandantoyo, Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, pada Selasa 3 Desember 2024 lalu. Para korbannya yakni kakak kandungnya Kristiani, suaminya Agus Komarudin dan anak sulungnya Christian Agusta Wiratmaja. Sementara anak kecinya SPY berhasil selamat dari maut.
Ketua Majelis Hakim Dwiantoro, didampingi oleh hakim anggota Divo Ariyanto dan Sriharyanto, menyatakan bahwa perbuatan terdakwa dilakukan secara sengaja dan tanpa perasaan kemanusiaan, serta tidak ditemukan satu pun hal yang dapat meringankan hukumannya.
“Terdakwa pernah dihukum sebelumnya, perbuatan terdakwa dilakukan dengan sengaja, tidak ditemukan keadaan yang meringankan,” ujar Majelis Hakim dalam pembacaan amar putusan.
kuasa hukum terdakwa, Moh Rofi’an, menyatakan akan mengajukan banding atas putusan tersebut. Menurutnya, terdapat sejumlah kejanggalan dalam proses persidangan yang seharusnya menjadi perhatian majelis hakim.
“Tidak ada ahli forensik maupun ahli psikologi forensik yang dihadirkan. Padahal itu penting untuk menggali kondisi kejiwaan terdakwa dan bagaimana sebenarnya peristiwa ini terjadi,” katanya.
Ia juga membantah adanya unsur pembunuhan berencana sebagaimana diatur dalam Pasal 340 KUHP, yang dijadikan dasar oleh jaksa penuntut umum.
“Di lokasi kejadian, klien kami duduk di lincak dan di bawahnya ada berbagai alat seperti pisau, sabit, dan bendo. Tapi yang digunakan adalah palu yang ada di situ. Kalau memang berniat membunuh, tentu akan membawa atau memilih senjata yang lebih mematikan,” katanya.
Rofi’an menyebut, fakta-fakta itu telah dimasukkan dalam pledoi tertulis, dan akan diperkuat dalam memori banding yang segera diajukan ke pengadilan tinggi.
Editor : Zainul Arifin