BALI, iNews.id - Pulau Bali terkenal akan keanekaragaman budaya dan kearifan lokalnya. Dengan mayoritas masyarakat memeluk agama hindu, tentu perayaan hari besar umat hindu menjadi suatu hal yang sakral untuk dilakukan di Bali. Sedang bagi masyarakat beragama lain maupun para wisatawan juga harus menghormati hari besar yang diperingati setahun sekali itu.
Tahun 2022 ini, pada Kamis (3/3/2022) umat hindu Bali akan berdiam diri di rumah masing-masing atau menyepi. Di saat perayaan Nyepi tentu ada aturan khusus yang harus dipatuhi para wisatawan yang sedang berwisata di sana.
Mengutip dari laman Indonesiatravel, saat perayaan Nyepi, kehidupan di Bali akan sangat sepi dan sunyi selama seharian penuh. Pembatasan aktivitas manusia di luar rumah akan dibatasi.
Tidak ada keramaian atau gemerlap lampu kota yang menerangi suasana malam hari di Bali. Hanya objek vital seperti rumah sakit yang masih buka. Semua orang tanpa terkecuali, harus berdiam diri di dalam rumah.
Tentang Hari Raya Nyepi
Hari Raya Nyepi adalah hari besar bagi umat Hindu. Salah satu hari suci ini dirayakan pada setiap pergantian tahun Saka. Sebelum puncak perayaan, penganut Hindu biasanya menggelar berbagai upacara adat yang bertujuan agar pelaksanaan Nyepi bisa berjalan dengan lancar.
Berbeda dari tahun baru pada umumnya yang jatuh pada bulan pertama, Nyepi justru jatuh pada bulan kedasa atau bulan kesepuluh. Tepatnya sehari setelah bulan baru kesembilan yang biasanya terjadi di bulan Maret atau April kalender Masehi.
Umat Hindu mempercayai, hari pertama ini dipandang sebagai hari bersih untuk memulai dengan lembaran hidup baru di awal tahun Saka.
Agar perayaan berjalan lancar, maka akses keluar dan masuk Bali melalui jalur udara, laut, dan darat akan ditutup selama 24 jam.
Rangkaian Adat saat Hari Raya Nyepi di Bali
Rangkaian upacara adat saat Hari Raya Nepi di Bali terdiri dari beberapa bagian. Pertama, upacara Melasti atau upacara Melis yang dilaksanakan pada sasih kesanga.
Upacara tersebut dilakukan untuk menyucikan pratima, sarana dan peralatan upacara dengan cara diarak ke laut, danau, atau sungai.
Pratima merupakan simbol Dewa/Bhatara yang dipergunakan sebagai alat untuk memuja Sang Hyang Widhi Wasa (sebutan Tuhan Yang Maha Esa bagi umat Hindu).
Kemudian dilanjut dengan upacara Pengrupukan yang juga dikenal dengan nama lain upacara Tawur Kesanga atau Tawur Agung.
Upacara ini berfungsi menjaga keseimbangan alam semesta maupun diri manusia dari gangguan bhuta kala, yang merupakan sebutan untuk sosok mahluk jahat dengan wujud wajah menyeramkan, dan muncul sebagai makhluk penggoda.
Pada upacara Pengrupukan, umat Hindu di Bali akan memberikan sesajen caru dan biasanya diiringi pula dengan arak-arakan ogoh-ogoh yang merupakan simbol dari bhuta kala.
Arak-arakan dilaksanakan pada malam hari dan diakhiri dengan pembakaran ogoh-ogoh sebagai simbol bahwa kekuatan negatif sudah dinetralisir.
Menjelang matahari terbit di ufuk timur, barulah umat Hindu merayakan Hari Raya Nyepi. Ketika merayakan Nyepi, umat Hindu di Bali memperoleh pembelajaran untuk mengendalikan diri dengan cara tidak bepergian dan tidak beraktivitas/bekerja.
Selain itu, masyarakat Bali tidak melakukan aktivitas yang dapat mencemarkan badan atau menikmati bermacam hiburan. Mereka juga tidak menyalakan api atau lampu yang biasa disebut Catur Bratha Penyepian.
Setelah 24 jam melaksanakan Catur Bratha Penyepian, Hari Nyepi kemudian ditutup hari Ngembak Geni yang berarti bebas menghidupkan api.
Biasanya, umat Hindu juga saling mengunjungi keluarga dan teman, agar bisa saling memaafkan atas segala kekhilafan dan kesalahan yang pernah dilakukan sebelumnya.
Aturan khusus yang harus dipatuhi
Selama perayaan Nyepi, umat Hindu dilarang melakukan aktivitas apa pun, kecuali dalam kondisi darurat. Hal ini bertujuan untuk menciptakan suasana sepi yang jauh dari hiruk pikuk kehidupan.
Pelaksanaan Nyepi di Bali berlangsung mulai pukul 06.00 WITA hingga pukul 06.00 esok harinya. Pada Hari Raya Nyepi, suasana di Bali sepanjang hari menjadi sunyi, senyap, dan pada malam harinya gelap gulita.
Beberapa hal yang harus dipatuhi saat Hari Raya Nyepi antara lain:
1. Amati geni, yaitu tidak menyalakan api atau lampu dan tidak boleh mengumbar/mengobarkan hawa nafsu.
2. Amati karya, yaitu tidak melakukan kerja/kegiatan fisik, tidak bersetubuh, melainkan tekun melakukan penyucian rohani.
3. Amati lelungan, yaitu tidak bepergian kemana-mana, melainkan senantiasa mawas diri di rumah serta melakukan pemusatan pikiran ke hadapan Tuhan.
4. Amati lelanguan, yaitu tidak mengadakan hiburan/rekreasi atau bersenang-senang, termasuk tidak makan dan tidak minum.
Sebagai bentuk toleransi kepada umat Hindu yang merayakan Nyepi, wisatawan dan sesama umat beragama lainnya juga diimbau untuk menghormati aturan-aturan yang sudah ditetapkan. Seperti tidak mengganggu kesucian Hari Raya Nyepi dengan membuat keributan dan melanggar ketertiban.
Perayaan Hari Raya Nyepi 2022 di Bali
Mengingat situasi tahun 2022 yang masih dilingkupi pandemi, perayaan Hari Suci Nyepi Tahun Saka 1944 ini akan dilangsungkan dengan mengacu pada Protokol Tatanan Kehidupan Era Baru serta Surat Edaran Majelis Desa Adat Nomor 104/MDA-Prov Bali/II/2022 Tahun 2022, yaitu sebagai berikut:
Baik panitia maupun peserta perayaan Hari Suci Nyepi Tahun Saka 1944 wajib mengikuti Protokol Kesehatan Pencegahan dan Pengendalian COVID-19 dalam Tatanan Kehidupan Era Baru
1. Bagi Desa Adat yang Wewidangan-nya berdekatan dengan segara, Melasti di pantai
2. Bagi Desa Adat yang Wewidangan-nya berdekatan dengan danu, Melasti di danau
3. Bagi Desa Adat yang Wewidangan-nya berdekatan dengan campuhan, Melasti di air terjun
4. Bagi Desa Adat yang memiliki Beji dan/atau Pura Beji, Melasti di Beji/sumber mata air
5. Bagi Desa Adat yang tidak melaksanakan Melasti di keempat tempat yang disebutkan di atas, dapat Melasti dengan cara Ngubeng atau Ngayat dari Pura setempat (melaksanakan persembahyangan jarak jauh)
6. Membatasi jumlah peserta yang ikut dalam prosesi upacara Melasti paling banyak 50 orang
7. Dilarang memakai/membunyikan petasan/mercon dan sejenisnya.
8. Bagi Umat Hindu yang merasa sedang sakit atau merasa kurang sehat, diimbau untuk tidak mengikuti rangkaian upacara
9. Pengarakan Ogoh-Ogoh pada saat Tawur Agung ditiadakan
10. Melaksanakan Catur Brata Panyepian dengan penuh rasa sradha bhakti
Editor : Trisna Eka Adhitya