SURABAYA, iNews.id - Motor bebek Vera berhenti pelan di rumah nomor tujuh Jalan Kupang Gunung 2, Kelurahan Putat Jaya, Surabaya. Di ujung teras, suami tercinta, Jarwo Susanto menyambut dengan senyum.
Setiap pagi buta, istri Jarwo pergi ke pasar untuk membeli kedelai. Dia harus berangkat lebih awal agar pesanan kedelai di Pasar Pabean tidak dibeli orang.
Pergi ke pasar membeli bahan baku tempe menjadi tugas Vera setiap bagi. Sementara Jarwo keliling kampung dan pasar, menjajakan tempe yang sudah jadi.
“Kita memang harus berbagi tugas agar proses produksi tempe tidak terganggu. Pagi-pagi saya jualan tempe. Sementara istri ke pasar membeli kedelai untuk persiapan produksi esok hari,” kata Jarwo kepada iNews.id, Minggu (29/4/2024).
Rutinitas ini dijalani Jarwo bersama istri sejak penutupan lokalisasi Dolly 2014 silam. Sejak saat itu pendapatan tidak ada lagi, sehingga dia harus memutar otak untuk menjaga asap dapur tetap ngebul.
Jarwo memang sempat berjaya saat lokalisasi Dolly buka. Saat itu dia membuka warung kopi di salah satu wisama di Gang Dolly. Hasilnya lumayan besar, mencapai Rp1 juta sampai Rp1,5 juta setiap malam.
Namun, malang tidak bisa dibendung. Tahun 2014, Pemerintah Kota Surabaya memutuskan untuk menutup lokalisasi terbesar di Asia Tenggara tersebut. Usaha warung pun ikut bangkrut.
Kenyataan inilah yang membuat Jarwo berontak. Bersama dengan pemilik wisma, PSK dan warga lainnya dia melayangkan protes, menolak penutupan lokalisasi.
Jarwo terbilang berani dan gigih. Dia menggalang kekuatan bersama dengan para pemilik usaha di sekitar wisma untuk membatalkan rencana itu. Imbasnya, dia diburu oleh aparat kepolisian karena dianggap sebagai provokator. Jarwo pun menjadi buronan.
Lebih dari sebulan Jarwo sembunyi. Dia pergi berpindah-pindah tempat untuk menghindari kejaran polisi. Sampai akhirnya memutuskan menetap di rumah saudaranya di Sidoarjo.
Rupanya, di tempat inilah peluang Jarwo muncul kembali. Jarwo belajar membuat tempe, sesuai arahan saudara.
“Saya masih ingat betul. Pulang dari Sidoarjo diberi bekal kakak 3 kilogram kedelai untuk dijadikan tempe. Ternyata percobaan saya berhasil. Saat itu juga saya putuskan menekuni bisnis ini,” ujarnya.
Lima bulan lamanya Jarwo dan Vera jatuh bangun menenkuni usaha baru itu. Dari mulai modal cekak, tempe yang tidak laku hingga tenaga yang kurang. “Saya sempat putus asa mas. Apalagi saat itu semua harus dikerjakan manual,” katanya.
Tetapi semangat untuk bangkit membuatnya bertahan. Hingga akhirnya ada pelatihan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dari kecamatan.
Lewat pelatihan itulah Jarwo dan Vera mengutarakan keinginan memiliki alat giling kedelai. “Saya minta pak camat dan disetujui. Akhirnya berjalan sampai sekarang,” tuturnya.
Dari situlah, bisnis tempe Jarwo perlahan bangkit. Dari semula 3 kilogram kedelai, kini mereka bisa memproses kedelai hingga 30 kilogram per hari.
Jarwo mengakui, program pendampingan Pemkot Surabaya melalui program Pahlawan Ekonomi (PE) telah menguatkan industri rumahan yang dijalani. Selain mendapat bantuan alat, dia juga mendapatkan akses pemasaran hingga kursus tentang kualitas produk.
“Saya sering diikutkan pameran. Bahkan kadang-kadang diundang menjadi motivator untuk UKM-UKM pemula di berbagai kota,” tuturnya.
Jarwo mengaku sering diminta memberikan testimoni. Dari mulai masih aktif ikut di bisnis prostitusi hingga berubah ke industri mandiri seperti saat ini.
Menjadi perajin tempe benar-benar menjadi jalan ninja bagi Jarwo Susanto untuk menjadi pahlawan ekonomi. Kini dia bukan lagi preman penggerak bisnis prostitusi, melainkan penjaga denyut ekonomi para pelaku usaha mandiri.
Jarwo mengatakan selain keberpihakan pemerintah, dukungan perbankan seperti Bank Rakyat Indonesia (BRI) juga menjadi hal penting bagi para pelaku UMKM seperti dirinya. Sebab, akses pasar dan kemudahan permodalan bisa menjadi jembatan bagi pelaku UKM untuk bangkit dan naik kelas.
Diketahui, berdasarkan data yang dihimpun Databoks, penyaluran kredit sektor UMKM pada kuartal I 2023 mencapai Rp989,6 triliun. Naik cukup tinggi dibanding periode yang sama tahun lalu (year-on-year/yoy) yakni sebesar Rp903,3 triliun.
Sedangkan total penyaluran kredit BRI untuk semua sektor hingga kuartal I-2023 mencapai Rp1.180,1 triliun. Kredit BRI tumbuh positif berkat dukungan segmen mikro dengan pertumbuhan mencapai 11,18 persen (yoy).
Adapun pertumbuhan di segmen UMKM diikuti dengan pertumbuhan laba secara konsolidasian (BRI Group) sebesar 27,37 persen (yoy) menjadi Rp15,56 triliun.
Direktur Bisnis Kecil dan Menengah BRI, Amam Sukriyanto, mengatakan, kinerja positif BRI pada kuartal I 2023 adalah buah dari penyaluran kredit UMKM. Lewat kredit itu, BRI juga turut berkontribusi pada peningkatan ekonomi bangsa.
Editor : Arif Ardliyanto