MOJOKERTO, iNewsMojokerto.id - Jagat internet kembali dihebohkan oleh berita kematian seekor harimau peliharaan milik salah satu selebgram. Respon berdatangan mengecam pemeliharaan satwa liar oleh figur publik.
Pasalnya, pemeliharaan satwa liar berujung kematian dianggap menodai cita-cita konservasi hayati. Namun, benarkah satwa liar tidak boleh dipelihara?
Kabar kematian seekor anak harimau peliharaan selebgram inisial AA menuai banyak komentar sebab diketahui kemudian bahwa hal ini bukan pertama kali terjadi.
Berdasarkan pernyataan AA dalam saalah satu balasan komentarnya ia menyebut ada 7 ekor harimau yang mati dalam pengalamannya memelihara indukan harimau.
"Jika boleh bertanya, dari awal mulai emmelihara harimau, sudah berapa ekor yang mati di bawah pengawasan Anda?" tulis akun @tuantigaxxxxx di kolom komentar.
"7 (tujuh), semua hasil breeding (pengawinan) sendiri dengan 1 indukan," balas @alshadxxxxx.
Menilik kembali fenomena pemeliharaan satwa liar oleh masyarakat, telah diketahui beberapa figur publik memelihara satu bahkan lebih satwa liar di kediaman mereka.
Mulai dari selebriti hingga pejabat tinggi negara tercatat memiliki peliharaan seperti harimau dan monyet. Sebutlah salah satunya Ketua MPR Bambang Soesatyo yang juga kerap memposting harimau peliharaannya di instagram.
Publik pun menyerukan agar para figur publik dan masyarakat luas berhenti melakukan pemeliharaan semacam itu. Publik menghendaki hewan-hewan tersebut dikirim ke penangkaran atau dikembalikan ke habitat aslinya.
Lalu, menurut regulasi legalitas apakah memelihara satwa liar adalah pelanggaran hukum?
Menurut informasi dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), hewan langka bisa dipelihara bahkan dijual. Tentunya, ada sistemdan regulasi ketat.
Dkutip dari portal informasi resmi pemerintah indonesia.go.id, ada sejumlah syarat yang wajib dipenuhi bagi mereka yang ingin memelihara satwa liar.
Pertama, hewan langka yang dimanfaatkan untuk peliharaan atau diperjualbelikan harus didapatkan dari penangkaran, bukan dari alam.
Kedua, hewan langka yang boleh dimanfaatkan dari penangkaran merupakan kategori F2.
Apa itu kategori F2?
Kategori F2 merujuk pada hewan generasi ketiga yang dihasilkan dari penangkaran. Penangkaran yang dimaksud adalah unit usaha yang hasil anakan hewan diperuntukkan ke hal komersial.
Dilansir laman Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE), tumbuhan dan satwa liar yang dilindungi dan secara administrasi tidak diketahui asal usulnya akan disebut sebagai F0 atau W (wild).
Semua satwa yang masuk kategori F0 atau W (tidak diketahui asal-usul atau status keturunannya) boleh dijadikan sebagai indukan dalam penangkaran dengan izin kementerian.
Indukan pengembangbiakan satwa liar berstatus F0/W tersebut adalah milik negara. Anakan langsung atau generasi pertama dari F0 ini disebut dnegan F1.
Indukan generasi pertama (F1) juga berstatus milik negara. Jadi, kedua jenis indukan F0 dan F1 tidak boleh diperjualbelikan.
Yang diizinkan untuk kepentingan komersial adalah generasi kedua yang disebut sebagai F2 dan seterusnya.
Anakan pengembangbiakan F2 dan generasi berikutnya diperlakukan sebagai spesimen yang tidak dilindungi setelah memenuhi syarat yang diatur dalam Permenhut Nomor P.19 tahun 2005.
Kesimpulannya, masyarakat umum memang diizinkan memelihara satwa liar asalkan bukan merupakan generasi F0 dan F1.
Editor : Trisna Eka Adhitya