MOJOKERTO, iNewsMojokerto.id - Hampir semua orang ingin jatuh cinta khususnya berkaitan dengan perasaan tidak bisa sendirian. Cinta mungkin adalah cita-cita tertinggi yang memberi makna dan tujuan hidup seseorang.
Mengapa kita jatuh cinta bisa termanifestasi saat seorang partner menyediakan diri mendampingi ketika kita mengalami kesulitan. Pada dasarnya kehadiran seseorang memang bisa berpengaruh pada kehidupan orang lain.
Menurut laman PsychCentral, mengapa seseorang butuh jatuh cinta berkaitan pula dengan bahwa merasa dicintai bisa memvalidasi rasa harga diri. Kesadaran ini bisa mengatasi keraguan yang berakar pada kurang percaya diri atau kurang mampu pada hal tertentu.
Merasa dicintai bisa menenangkan ketakutan seseorang akan kesepian. Namun, bagaimana psikologi memandang hal ini?
Reaksi Kimia Otak Saat Jatuh Cinta
Manusia perlu saling terhubung untuk jatuh cinta. Hal tersebut bisa diukur dengan perasaan kebahagiaan dan euforia menikmati romantisme, menikmati aktivitas menyenangkan, perasaan terikat pada orang lain, dan termasuk kebutuhan berkembang biak.
Bahan kimia saraf perasaan positif membanjiri otak pada saat seseorang tertarik atau terpikat pada orang lain. Khususnya hormon dopamin yang menaikkan perasaan gembira dan memicu ketagihan seperti kokain.
Perasaan yang lebih dalam dari itu bisa memicu keluarnya hormon oksitosin atau dikenal dengan istilah "hormon pelukan". Hormon ini dilepaskan oleh tubuh saat berhubungan seksual.
Ini terkait langsung dengan ikatan dan meningkatkan kepercayaan dan kesetiaan dalam keterikatan romantis. Lalu di mana peran psikologi?
Harga diri kita, kesehatan mental, kesehatan emosional, pengalaman hidup, dan hubungan keluarga semuanya memengaruhi siapa yang membuat kita tertarik. Pengalaman, baik positif maupun negatif, memengaruhi pilihan seseorang.
Misalnya, kita mungkin menganggap kesamaan itu menarik. Memiliki hobi yang sama dengan pasangan bisa menjadi satu poin yang menyenangkan dalam hubungan.
Sementara itu, orang lain mungkin tertarik pada atribut fisik tertentu. Psikologi menyebut bahwa hal ini mungkin berkaitan dengan "kemiripan" yang ditangkap oleh alam bawah sadar kita, mengingatkan kita pada anggota keluarga.
Ada kalanya hal itu berkaitan dengan hal yang bersifat emosi atau kebiasaan. Orang ternyata bisa jatuh cinta karena pasangannya memiliki pola emosi dan perilaku yang sama dengan anggota keluarga. Hal-hal itu ditangkap oleh alam bawah sadar.
Editor : Trisna Eka Adhitya